MAKALAH
MENAFSIR HASIL EVALUASI
(Konversi Nilai PAP dan Pendekatan PAN)
Oleh:
Nama : EUTIK JUMARIAH
NPM : 1222010085
Semester : 3 (tiga)
Program : Ilmu Tarbiah
Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam
Mata Kuliah : Evaluasi Pendidikan
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan
DOSEN PENGAMPU
1. Prof. Dr. H. Yurnalis Etek
2. Dr. Nasir, M.Pd
IAIN RADEN INTAN BANDAR LAMPUNG
PROGRAM PASCA SARJANA (PPs)
KELOMPOK YASRI BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Assalamu’ alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah dengan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, yang dengan rahmat dan inayah Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Evaluasi Pendidikan. Salawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Allah, Rasulullah, Muhammad SAW dan keluarganya serta para pengikutnya yang selalu berjuang untuk menebar cahaya Islam sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian makalah ini, terdapat kendala yang dihadapi penulis. Mulai dari pencarian sumber bacaan dan keterbatasan waktu yang dimiliki. Alhamdulillah, meskipun demikian, kendala ini dapat diatasi sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi atas penyelesaian makalah ini. Semoga Allah SWT memberi berkah atas amal usaha kita.
Kendati demikian kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itulah, penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan.
Akhirnya, semoga makalah Evaluasi Pendidikan ini dapat bermanfaat umumnya bagi para pembaca dan khususnya bagi para mahasiswa PPS IAIN Raden Intan Bandar Lampung dan pembaca umumnya. Kami pun terbuka menerima kritik dan saran dari para pembaca semua, guna perbaikan di masa yang akan datang.
Wassalamua’laikum Wr. Wb
Bandar Lampung, November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Teknik Pengolahan Nilai 3
B. Pengertian Penilaian Acuan Norma (PAN) 5
C. Konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP) 9
D. Persamaan dan Perbedaan PAN dan PAP 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 19
B. Saran 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evaluasi pembelajaran siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru. mengapa. Karena hendaknya ia harus dapat memberikan informasi kepada lembaga atau kepada siswa itu sendiri. Oleh karena itu, seorang guru hendaknya memahami teknik pemberian skor, bahkan langkah-langkah sebelum membuat tes pertanyaan.
Banyak beberapa pendapat ahli yang mengatakan bahwa penilaian berbeda dengan penskoran. Dalam makalah ini, dijelaskan dengan jelas perbedaan yang sangat mendasar dalam melakukan evaluasi terhadap hasil tes peserta didik. Karena sering kali terjadi kekeliruan pendapat tentang fungsi penilaian pencapaian belajar siswa. Banyak lembaga pendidikan atau pengajar –secara tidak sadar atau sadar yang menganggap fungsi penilaian itu semata-mata sebagai mekanisme untuk menyeleksi siswa atau mahasiswa dalam kenaikan kelas, kenaikan tingkat, dan sebagai alat seleksi kelulusan pada akhir tingkat program.
Proses penilaian adalah suatu prroses membandingkan skor yang diperoleh tiap siswa dengan acuan yang dipakai penilaian aturan patokan atau penilaian aturan normal (PAN atau PAP), yang hasilnya berbentuk nilai dengan skala 0 – 10 atau A – E. dalam proses tersebut dapat dilihat bahwa penskoran atau scoring adalah pemberian angka-angka terhadap prestasi seseorang sesudah melaksanakan suatu tugas tertentu. Setelah selesai pengukuran yang salah satu alatnya biasa disebut tes, barulah dilakukan perbandingan hasil pengukuran yang berbentuk biji/ skor dengan acuan yang dipakai yang dihasilkan nilai tersebut kita kenal dengan pemberian nilai atau granding.
Untuk membantu para pendidik dalam memilih pendekatan penilaian yang cocok untuk mata pelajarannya sehingga pengambilan Keputusan seorang peserta didik dinyatakan lulus atau tidak lulus benar-benar sesuai dengan prestasi yang dicapainya. Maka setiap pendidik perlu mengetahui dasar-dasar standar penetapan nilai tersebut. Pengambilan Keputusan yang tepat oleh seorang pendidik di dalam menentukan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam mata kuliah tertentu akan menentukan indeks prestasi mahasiswa tersebut dan ini akan berdampak terhadap peningkatan indeks prestasi mahasiswa secara umum. Nilai adalah angka atau huruf yang melambangkan seberapa jauh atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh testee terhadap materi atau bahan yang diteskan sesuai dengan instruksional khusus yang telah di tentukan. Salah satu unsur yang harus dipahami oleh mahasiswa agar dapat melakukan konversi nilai dengan benar adalah mengetahui apa yang dimaksud dengan konversi nilai, Norma relatif, absolut, dan kombinasi. Dalam makalah ini akan dijelaskan secara singkat tentang jenis pendekatan, tujuan, keuntungan dan kerugian dari dua metode pendekatan standar penilaian yang banyak dianut
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud Konversi Nilai PAP?
2. Apakah yang dimaksud pendekatan PAN?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud Konversi Nilai PAP?
2. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud pendekatan PAN?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teknik Pengolahan Nilai
Dari pelaksanaan penilaian (melalui pengukuran atau tidak) dapat dikumpulkan sejumlah data atau informasi yang dibutuhkan dalam evaluasi hasil belajar. Data yang terkumpul dari penilaian dengan teknik tes akan berupa data kuantitatif, sedangkan teknik non tes akan menjaring data kualitatif maupun kuantitatif sekaligus. Data yang terkumpul baik melalui teknik tes maupun teknik non tes merupakan data mentah yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. Kegiatan mengolah data yang berhasil dikumpulkan melalui kegiatan penilaian inilah yang disebut kegiatan pengolahan hasil penilaian. Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut :
1. Menskor, yakni memberikan skor pada hasil penilaian yang dapat dicapai oleh responden (peserta didik). Untuk menskor atau memberikan angka diperlukan 3 (tiga) macam alat bantu, yakni kunci jawaban, kunci skorsing dan pedoman pengangkaan. Tiga macam alat bantu penskoran atau pengangkaan berbeda-beda cara penggunaannya untuk setiap butir soal yang ada dalam alat penilai.
2. Mengubah skor mentah menjadi skor standar, yakni kegiatan evaluator menghitung untuk mengubah skor yang diperoleh peserta didik yang mengerjakan alat penilaian disesuaikan dengan norma yang dipakai.
3. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, yakni kegiatan akhir dari pengolahan hasil penilaian yang berupa pengubah skor ke nilai, baik berupa huruf atau angka. Hasil pengolahan hasil penilaian ini akan digunakan dalam kegiatan penafsiran hasil penilaian. Untuk memudahkan penafsiran hasil penilaian, maka hasil akhir pengolahan hasil penilaian dapat di administrasikan dengan baik. Dalam bukunya Zainal Arifin ditambah satu prosedur lagi yaitu melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan reabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index), dan daya pembeda.
Jika data sudah diolah dengan aturan-aturan tertentu, langkah selanjutnya adalah menafsirkan data sehingga dapat memberikan makna. Langkah penafsiran data sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari pengolahan data itu sendiri, karena setelah mengolah data dengan sendirinya akan menafsirkan hasil pengolahan itu. Interpretasi terhadap suatu hasil evaluasi didasarkan atas kriteria tertentu yang disebut norma. Norma bisa ditetapkan terlebih dahulu secara rasional dan sistematis sebelum kegiatan evaluasi dilaksanakan, tetapi dapat pula dibuat berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dalam melaksanakan evaluasi. Sebaliknya, jika penafsiran data itu tidak berdasarkan kriteria atau norma tertentu, maka itu termasuk kesalahan besar. Dalam kegiatan penilaian hasil belajar, guru dapat menggunakan kriteria yang bersumber pada tujuan setiap mata pelajaran (standar kompetensi, kompetensi dasar). Kompetensi itu tentu masih bersifat umum, karena itu harus dijabarkan menjadi indikator yang dapat diukur dan diamati.
Untuk menafsirkan data, dapat digunakan dua jenis penafsiran data, yaitu penafsiran kelompok dan penafsiran individual. Penafsiran kelompok adalah penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan data hasil evaluasi, seperti prestasi kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok terhadap guru dan materi pelajaran yang diberikan, dan distribusi nilai kelompok. Tujuan utamanya adalah sebagai persiapan untuk melakukan penafsiran kelompok, untuk mengetahui sifat-sifat tertentu pada suatu kelompok, dan untuk mengadakan perbandingan antar kelompok. Penafsiran individual adalah penafsiran yang hanya tertuju pada individu saja. Misalnya, dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan atau dalam situasi klinis lainnya. Tujuan utamanya adalah untuk melihat tingkat kesiapan peserta didik (readiness), pertumbuhan fisik, kemajuan belajar, dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Sebelum melakukan tes, guru harus menyusun pedoman pemberian skor, bahkan sebaiknya guru sudah berpikir tentang strategi pemberian skor sejak merumuskan kalimat pada setiap butir soal. Pedoman penskoran sangat penting disiapkan terutama bentuk soal esai. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi subjektivitas penilai. Begitu juga ketika melakukan tes domain afektif dan psikomotor peserta didik, karena harus ditentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Rumus penskoran yang digunakan bergantung pada bentuk soalnya, sedangkan bobot (weight) bergantung pada tingkat kesukaran soal (difficulty index), misalnya sukar, sedang, dan mudah.
Di samping penilaian yang dinyatakan dengan angka kita mengenal pula penilaian dengan huruf. Seperti penilaian yang dilakukan oleh guru taman kanak-kanak. Pengolahan skor mentah menjadi huruf menggunakan sifat-sifat yang terdapat pada kurva normal atau distribusi normal sebagai dasar perhitungan.
Adapun ciri-ciri distribusi normal antara lain adalah sebagai berikut:
1. Memiliki jumlah atau kepadatan frekuensi yang tetap pada jarak deviasi-deviasi tertentu.
2. Pada distribusi normal, mean, median, dan mode berimpit (sama besar),terletak tepat di tengah kurva dan membagi dua sama besar jarak deviasi.
Berdasarkan sifat-sifat distribusi normal itulah maka untuk penjabaran skor mentah menjadi nilai huruf dipergunakan mean dan DS.
B. Pengertian Penilaian Acuan Norma (PAN)
Ada beberapa pendapat tentang pengertian Penilaian Acuan Norma, yaitu:
1. Acuan norma merupakan elemen pilihan yang memberikan daftar dokumen normatif yang diacu dalam standar sehingga acuan tersebut tidak terpisahkan dalam penerapan standar. Data dokumen normatif yang diacu dalam standar yang sangat diperlukan dalam penerapan standar.
2. Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan mengacu pada norma atau kelompok. Cara ini dikenal sebagai penilaian acuan norma (PAN).
3. PAN adalah Nilai sekelompok peserta didik (siswa) dalam suatu proses pembelajaran didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok itu. Artinya pemberian nilai mengacu pada Perolehan nilai di kelompok itu.
4. Penilaian Acuan Norma (PAN) yaitu dengan cara membandingkan nilai seorang siswa dengan nilai kelompoknya. Jadi dalam hal ini prestasi seluruh siswa dalam kelas / kelompok dipakai sebagai dasar penilaian.
Dari beberapa pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Penilaian Acuan Norma adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok; nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu. Penilaian Acuan Patokan (criterion referenced evaluation) yang dikenal juga dengan standar mutlak berusaha menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membandingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan. Sebelum hasil tes diperoleh atau bahkan sebelum kegiatan pengajaran dilakukan, patokan yang akan dipergunakan untuk menentukan kelulusan harus sudah ditetapkan. Standar atau patokan tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang dipergunakan sebagai batas-batas penentuan kelulusan testee atau batas pemberian nilai pada testee. Jika skor yang diperoleh oleh testee memenuhi batas minimal maka testee dinyatakan telah memenuhi tingkat penguasaan minimal terhadap materi yang disampaikan dan sebaliknya jika testee belum bisa memenuhi batas minimal yang ditentukan maka testee dianggap belum “lulus” atau belum menguasai materi. Karena batasan-batasan tersebut bersifat mutlak/ pasti maka hasil yang diperoleh tidak dapat di tawar lagi.
Berhubung standar penilaian ditentukan secara mutlak, banyaknya testee yang memperoleh nilai tinggi atau jumlah kelulusan testee banyak akan mencerminkan penguasaannya terhadap materi yang disampaikan.
Pengolahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menggabungkan skor dari berbagai sumber penilaian untuk memperoleh skor akhir.
b. Menghitung skor minimum penguasaan tuntas dengan menerapkan prosentase Batas Minimal Penguasaan (BMP).
c. Menentukan tabel konversi
Konversi adalah adalah kegiatan mengubah atau mengolah skor mentah menjadi huruf. Jika tidak ada kegiatan konversi ini, maka nilai tidak bisa diinterpretasikan. Konversi adalah teknik pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes menjadi nilai Standard, skor adalah hasil pekerjaan (=memberikan angka) yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang oleh testee dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya. Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran norma, tes baku pencapaian di administrasi dan penampilan baku normative dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar siswa, dengan tepat membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang baku dan variannya.
Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Normatif :
1. Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.
2. Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.
3. Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
4. Penilaian Acuan Normatif memiliki kecenderungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.
5. Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok.
Penilaian Acuan Norma (Norm Referenced Evaluation) dikenal pula dengan Standar Relatif atau Norma Kelompok. Pendekatan penilaian ini menafsirkan hasil tes yang diperoleh testee dengan membandingkan dengan hasil tes dari testee lain dalam kelompoknya. Alat pembanding tersebut yang menjadi dasar standar kelulusan dan pemberian nilai ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh testee dalam satu kelompok. Dengan demikian, standar kelulusan baru dapat ditentukan setelah diperoleh skor dari para peserta testee.
Hal ini berarti setiap kelompok mempunyai standar masing-masing dan standar satu kelompok tidak dapat dipergunakan sebagai standar kelompok yang lain. Standar dari hasil tes sebelumnya pun tidak dapat dipergunakan sebagai standar sehingga setiap memperoleh hasil tes harus dibuat norma yang baru.
Dasar pemikiran dari penggunaan standar PAN adalah adanya asumsi bahwa di setiap populasi yang heterogen terdapat siswa dengan kelompok baik, kelompok sedang dan kelompok kurang.
Pengolahan skor dengan Penilaian Acuan Norma (PAN) mengharuskan kita menghitung dengan statistik. Perhitungan dilakukan atas skor akhir (penggabungan berbagai sumber skor), Kelemahan sistem PAN adalah dengan tes apapun dalam kelompok apapun dan dengan dasar prestasi yang bagaimanapun, pemberian nilai dengan sistem ini selalu dapat dilakukan. Karena itu penggunaan sistem PAN dapat dilakukan dengan baik apabila memenuhi syarat yang mendasari kurva normal, yaitu :
a. Skor nilai terpencar atau dapat dianggap terpencar sesuai dengan pencaran kurva normal
b. Jumlah yang dinilai minimal 50 orang atau sebaiknya 100 orang ke atas.
C. Konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP)
PAP adalah singkatan dari Penilaian Acuan Patokan. Suatu penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan (mastery) siswa tentang pengajaran sesuai dengan tujuan (instruksional) yang telah ditetapkan. Kriteria yang digunakanpun bersifat mutlak. Artinya, kriteria itu bersifat tetap dan berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di lembaga terkait. Selain itu, nilai dari hasil PAP dapat dijadikan indikator untuk mengetahui sampai di mana tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran tertentu. Sebagai contoh, untuk dapat diterima sebagai calon penerbang setiap calon harus memenuhi syarat antara lain tinggi badan sekurang-kurangnya 170 cm. Berdasarkan kriteria tersebut, maka siapapun yang tidak memenuhi syarat akan dinyatakan gagal dalam tes dan tidak diterima sebagai siswa calon penerbang. PAN adalah singkatan dari Penilaian Acuan Norma. Penilaian dikatakan menggunakan pendekatan PAN apabila nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa lain yang termasuk dalam kelompok itu.
Yang dimaksud dengan norma dalam hal ini adalah kapasitas atau prestasi kelompok, sedangkan yang dimaksud kelompok adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut. Selain itu, nilai dari hasil PAN tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjukkan kedudukan siswa di dalam peringkat kelompoknya. Sebagai contoh, pada pelajaran bahasa Indonesia, siswa yang mendapat skor 80 di kelas B akan mendapat nilai A, sedangkan di kelas C siswa yang mendapat skor 65 akan mendapat nilai A juga. Mengapa bisa demikian? karena nilai yang didapat siswa hanya dihubungkan dengan norma kelompoknya. Pada kelas C, norma kelompoknya rendah, maka skor 65 saja sudah mendapat nilai A, dan pada kelas B norma kelompoknya tinggi, maka skor 80 baru bisa mendapat nilai A, sehingga skor 65 bisa bernilai C. Selain PAP dan PAP, ada lagi satu pendekatan dalam penilaian. Penilaian yang terakhir ini terkait dengan adanya kurikulum berbasis kompetensi. Pendekatan penilaian tersebut dinamakan acuan standar atau kompetensi. Maksudnya kemampuan siswa dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran ini siswa dikomparasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan patokan tergantung pada penguasaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional. Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya. Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya dapat dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik (siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP.
Telah kita pahami bersama bahwa penentuan nilai pada pendekatan ini, dilakukan dengan jalan membandingkan skor mentah hasil tes seorang peserta didik dengan skor maksimum idealnya, maka penentuan nilai yang beracuan pada kriterium ini juga sering dikenal dengan istilah penentuan nilai secara ideal, atau penilaian secara teoritik, atau penentuan nilai secara das sollen. Dengan istilah “teoritik” dimaksudkan di sini bahwa secara teoritik seorang peserta didik berhak atas nilai 100. Sebagai contoh: seorang peserta tes hanya dapat diberikan nilai 40, sebab hanya 40% saja dari keseluruhan butir soal yang dapat dijawab dengan benar. Dengan demikian, maka dalam penentuan nilai yang beracuan pada kriterium, sebelum tes hasil belajar dilaksanakan, patokan itu sudah dapat disusun (tanpa menunggu selesainya pelaksanaan tes). Contoh: Skor maksimum ideal (jika semua soal dijawab dengan benar) tes Bahasa Jepang adalah 140, dan Bayu mendapat skor mentah sebesar 85. Berapakah skor Bayu setelah dikonversi? Diketahui: Skor mentah: 85, skor maksimum ideal: 140 Ditanya : Skor setelah dikonversi Jawab : Setelahnya diterjemahkan menjadi nilai huruf dengan patokan (misal): A = >80, B = 66 – 79, C = 56 – 65, D = 46 – 55, dan E = < 45. Dengan demikian Bayu mendapat nilai C untuk tes Bahasa Jepang yang telah diikutinya. 2. Konversi mengacu pada PAN (norm referenced evaluation) Ada 5 jenis nilai standar yang dapat digunakan untuk mengonversi skor mentah menjadi nilai standar: a. Nilai standar berskala lima (stanfive), Nilai standar berskala lima (stanfive) yang sering dikenal dengan istilah nilai huruf, yaitu nilai A, B, C, D, dan E. Pengubahan skor mentah hasil tes menjadi nilai standar berskala lima atau nilai huruf, menggunakan patokan sebagai berikut: Tabel 5.1. Rumus stanfive Contoh: Di bawah ini adalah hasil tes mata kuliah Evaluasi Pendidikan Dasar, kemudian konversikanlah ke dalam nilai standar berskala lima. b. Nilai standar berskala sembilan (stannine), Nilai standar berskala sembilan (stannine), yaitu rentangan atau skala nilai yang bergerak mulai dari 1 sampai dengan 9. Jika skor-skor mentah hasil tes itu akan diubah menjadi nilai standar berskala Sembilan, maka patokan yang dipergunakan adalah sebagai berikut: Tabel 5.2. Rumus Stannine Sebagai catatan tambahan, stannine ini nilai standar yang meniadakan nilai ) dan 10. Nilai standar tersebut tidak lazim digunakan di Indonesia. Berhubungan dengan itu, jadi dirasa tidak perlu untuk menyajikan contoh penggunaan praktisnya. c. Nilai standar berskala sebelas (standar eleven/stanel/eleven points scales), Nilai standar berskala sebelas (standar eleven/stanel/eleven points scales), yaitu skala nilai yang bergerak mulai dari 0 sampai dengan nilai 10. Nilai standar berskala sebelas adalah rentangan nilai standar mulai dari 0 sampai dengan 10. Jadi di sini akan kita dapati 11 butir nilai standar, yaitu: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. Di Indonesia, stanel umumnya digunakan pada lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah. Pengubahan skor mentah menjadi stanel itu menggunakan patokan sebagai berikut: Tabel 5.3. Rumus Stanel Contoh: dengan menggunakan data di atas M = 57 dan SD = 17.19. Berapa hasil konversi nilai tes tersebut dengan menggunakan stanel? d. Konversi skala seratus, Penilaian skala seratus adalah suatu skala yang bergerak antara nol sampai seratus, mengkonversikan skor mentah menjadi skor standar dengan norma patokan skala seratus dipergunakan rumus T skor. Penjelasan tentang T skor akan dijelaskan pada poin berikutnya. e. Nilai standar z (Z score) Z score umumnya digunakan untuk mengubah skor-skor mentah yang diperoleh dari berbagai jenis pengukuran yang berbeda-beda. Dengan menggunakan z score, maka peserta yang memiliki kemampuan lebih tinggi adalah peserta didik yang z scorenya bertanda positif (+). Sebaliknya, yang bertanda (-) adalah peserta didik yang memiliki kemampuan lebih lemah dari lainnya. Kalau saja dalam tes seleksi itu hanya akan diterima atau diluluskan satu orang saja, maka yang dapat dinyatakan lulus adalah Yuli dengan Z score bertanda positif (+) sebesar 7.20, dan begitu seterusnya diurutkan dari yang mendapat skor tertinggi sampai terendah. f. Nilai standar T (T score) Dimaksud dengan T score adalah angka skala yang menggunakan mean sebesar 50 (M = 50) dan standar deviasi sebesar 10 (SD = 10). T score dapat diperoleh dengan jalan memperkalikan z score dengan angka 10, kemudian ditambah dengan 50. T scoce dicari dengan maksud untuk meniadakan tanda minus yang terdepan di depan nilai z score, sehingga lebih mudah dipahami oleh mereka yang masih asing atau awam terhadap ukuran-ukuran statistik. T score = 10z + 5 atau T score = 50 + 10 z Contoh: Ubahlah Z score pada data sebelumnya menjadi T Score Demikianlah beberapa contoh tentang bagaimana cara mengubah atau mengonversi skor-skor mentah hasil tes menjadi nilai standar relatif. Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes menjadi nilai standar relatif yang mendasarkan diri pada prestasi kelompok ini sangat cocok diterapkan pada tes-tes sumatif (ulangan umum dalam rangka kenaikan kelas, ujian akhir semester, ujian seleksi penerimaan calon siswa, dan sebagainya) yang pada kebiasaannya skor-skor yang diraih oleh peserta didik adalah sangat rendah sehingga kebanyakan peserta didik “jatuh” dalam tes tersebut.
Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran. Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan cara pandang yang harus diterapkan. PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning). Penilaian Acuan Patokan (criterion referenced evaluation) yang dikenal juga dengan standar mutlak berusaha menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membandingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan. Sebelum hasil tes diperoleh atau bahkan sebelum kegiatan pengajaran dilakukan, patokan yang akan dipergunakan untuk menentukan kelulusan harus sudah ditetapkan. Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya. Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya dapat dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik (siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP. Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran.
Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan cara pandang yang harus diterapkan. PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning). Selain itu juga, PAP dapat mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan instruksional yang telah dirumuskan sebelumnya. Artinya, nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan (mastery) siswa tentang pengajaran sesuai dengan tujuan (instruksional) yang telah ditetapkan. Kriteria yang digunakanpun bersifat mutlak. Artinya, kriteria itu bersifat tetap dan berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di lembaga terkait. Selain itu, nilai dari hasil PAP dapat dijadikan indikator untuk mengetahui sampai di mana tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran tertentu.
Sebagai contoh, untuk dapat diterima sebagai calon penerbang setiap calon harus memenuhi syarat antara lain tinggi badan sekurang-kurangnya 170 cm. Berdasarkan kriteria tersebut, maka siapa pun yang tidak memenuhi syarat akan dinyatakan gagal dalam tes dan tidak diterima sebagai siswa calon penerbang. Standar atau patokan tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang dipergunakan sebagai batas-batas penentuan kelulusan testee atau batas pemberian nilai pada testee. Jika skor yang diperoleh oleh testee memenuhi batas minimal maka testee dinyatakan telah memenuhi tingkat penguasaan minimal terhadap materi yang disampaikan dan sebaliknya jika testee belum bisa memenuhi batas minimal yang ditentukan maka testee dianggap belum “lulus” atau belum menguasai materi. Karena batasan-batasan tersebut bersifat mutlak/ pasti maka hasil yang diperoleh tidak dapat di tawar lagi. Berhubung standar penilaian ditentukan secara mutlak, banyaknya testee yang memperoleh nilai tinggi atau jumlah kelulusan testee banyak akan mencerminkan penguasaannya terhadap materi yang disampaikan. PAP (Criterion Referenced Evaluation) mencoba menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membandingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan. Patokan ini biasanya ditetapkan sebelum pembelajaran dimulai dan digunakan sebagai “standar kelulusan”. Standar kelulusan ini di dalam PAP bersifat ajeg dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu PAP ini dikenal pula dengan nama “Standar Mutlak”. Berhubung standar penilaian ditentukan secara mutlak, maka banyaknya siswa yang lulus dan memperoleh nilai tinggi akan mencerminkan prestasi siswa, sekaligus juga mencerminkan penguasaannya terhadap bahan pelajaran. Sebagai konsekuensi logis penggunaan standar mutlak ini, sangat mungkin terjadi bahwa sebagian besar siswa dalam satu kelompok lulus dengan nilai tinggi, atau sebagian besar siswa tidak lulus karena nilainya di bawah standar minimal, atau jumlah siswa yang mendapat nilai tinggi dan rendah mungkin pula berimbang. Hasil pengolahan yang demikian jika digambarkan dalam bentuk kurva yang akan berwujud kurva juling positif, kurva juling negatif, dan kurva normal.
Penafsiran hasil tes yang mempergunakan PAP dilakukan dengan membandingkan nilai hasil tes yang diperoleh siswa dengan patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Akan tetapi kriteria yang dipergunakan untuk menetapkan besarnya patokan itu sendiri hingga kini belum ada kesepakatan. Oleh karena itu selama ini setiap lembaga/sekolah biasanya bersepakat untuk membuat patokan yang akan diberlakukan di tempat masing-masing.
PAP pada umumnya digunakan untuk menguji tingkat penguasaan bahan pelajaran. Pengujian tingkat penguasaan bahan biasanya dilaksanakan pada pengajaran yang berorientasi pada tujuan dan strategi belajar tuntas. Oleh karena itu nilai seorang siswa yang ditafsirkan dengan standar mutlak, sekaligus menunjukkan tingkat penguasaan riilnya terhadap bahan pelajaran dan juga merupakan standar pencapaian indikator sesuai dengan standar ketuntasan belajar.
Agar nilai yang diperoleh siswa dapat berfungsi seperti yang diharapkan, yaitu mencerminkan tingkat penguasaan siswa, maka alat tes yang dipergunakan harus dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi kelayakan, kesahihan, maupun ketepercayaannya. Butir-butir tes yang disusun harus sesuai dengan tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang diberikan. Kelebihan PAP adalah:
1. Hasil PAP merupakan umpan balik yang dapat digunakan guru sebagai introspeksi tentang program pembelajaran yang telah dilaksanakan.
2. Hasil PAP dapat membantu guru dalam pengambilan Keputusan tentang perlu atau tidaknya penyajian ulang topik/materi tertentu.
3. Hasil PAP dapat pula membantu guru merancang pelaksanaan program remedi.
4. Dapat mengukur dan menilai penguasaan materi terhadap tujuan instruksional khusus dan tujuan pembelajaran
5. Langsung dapat menginterpretasikan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik dari kinerja siswa
6. Dapat menilai dan mengukur kemampuan penguasaan materi yang harus diketahui siswa
7. Efektif untuk pembelajaran individual
Kelemahan PAP adalah :
1. Tidak dapat menunjukkan tingkat kedudukan kemampuan peserta didik terhadap kelompoknya
2. Sulit untuk menyatakan semua tujuan instruksional khusus secara eksplisit
3. Tidak dapat digunakan untuk menilai dan mengukur kemampuan peserta didik dalam kawasan yang luas
4. Pola tujuan instruksional khusus membuat pembelajaran sangat terbatas demikian pula proses belajar peserta didik
D. Persamaan dan Perbedaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai beberapa persamaan sebagai berikut:
1. Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus
2. Kedua pengukuran memerlukan sampel yang relevan, digunakan sebagai subjek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sampel yang diukur mempresentasikan populasi siswa yang hendak menjadi target akhir pengambilan Keputusan.
3. Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan tentang siswa, kedua pengukuran sama-sama memerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrumen.
4. Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.
5. Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes penampilan atau keterampilan.
6. Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
7. Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.
Perbedaan kedua penilaian adalah sebagai berikut:
1. Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan patokan biasanya mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap perilaku.
2. Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat pencapaian belajar secara relatif. Penilaian acuan patokan menekankan penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.
3. Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit. Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa peduli dengan tingkat kesulitannya.
4. Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survei. Penilaian acuan patokan digunakan terutama untuk penguasaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PAP adalah singkatan dari Penilaian Acuan Patokan. Suatu penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan (mastery) siswa tentang pengajaran sesuai dengan tujuan (instruksional) yang telah ditetapkan. Kriteria yang digunakanpun bersifat mutlak. Artinya, kriteria itu bersifat tetap dan berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di lembaga terkait.Suatu penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya. Penilaian dikatakan menggunakan pendekatan PAN apabila nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa lain yang termasuk dalam kelompok itu. Pendekatan acuan standar adalah penilaian dari kemampuan siswa dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Teknik konversi nilai ada 2, yaitu: yang mengacu pada PAP dan PAN. Konversi nilai yang mengacu pada PAN terbagi menjadi 5, yaitu: stanfive, stannine, standar eleven, stanel, z score, dan T score. Saran Dalam melakukan teknik pemberian dan pengolahan skor, guru sebaiknya menggunakan teknik yang sesuai dengan kemampuan peserta didik. Sehingga bisa mencerminkan hasil yang sebenarnya dari peserta didik.
B. Saran
Seorang guru harus mengetahui beberapa teknik penilaian dalam membentuk mengukur keberhasilan belajar siswanya, dan memperdalam pengetahuan demi mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan, serta mendapatkan siswa dan siswi yang berprestasi.
DAFTAR PUSTAKA
Atwi Suparman, Desain Instruksional, (Jakarta: PAU, 1997).
Bistok Sirait, Menyusun Tes Hasil Belajar. (Semarang: Press, 1985).
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999).
Kunandar, Guru Professional. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007).
Madhakomala. Pengembangan Alat Evaluasi Desain Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1998),
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995).
Ngalim purwanto, Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010).
Sugiyono, Statistika untuk Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2002).
Sukardi. E, dan Maramis. W. F. Penilaian Keberhasilan Belajar, (Jakarta: Erlangga, University Press,1986).
Surapranata, Sumarna. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes: Implementasi Kurikulum 2004.(Bandung:Remaja Rosdakarya, tt).
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009).
http://victoryforpbi-a.blogspot.com/2012/04/kelompok-5-pemberian-skor-verifikasi. html. diunduh tanggal 10 November pukul 21.00 WIB
http://arminaven.blogspot.com/2011/06/pemberian-score-verifikasi-dan-standar.html. diunduh tanggal 10 November pukul 21.00 WIB
http://indigopbi3.blogspot.com/2012/06/kelompok-6-konversi-nilai-1-norma.html. diunduh tanggal 10 November pukul 21.00 WIB
http://nurulfaizah13.blogspot.com/2013/05/pengolahan-hasil-evaluasi.html. diunduh tanggal 11 November pukul 20.00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AMPUN KESUPEN KRITIK DAN SARANNYA...