MAKALAH
HADIST TARBAWY
“PENGERTIAN HADIS
DAN BENTUK-BENTUK HADIS”
Oleh:
Nama :
1. Ridwan
Sururi / 1222010030
2. Astutiana / 1222010019
3. Rahmad
Efendi / 1222010029
Semester : 2 (dua)
Program : Ilmu Tarbiyah
Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam
Mata Kuliah : Hadist
Tarbawy
Di
Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
MataKuliah
Hadist Tarbawi
Dr. H.
SULTHAN SYAHRIL, M.A
IAIN RADEN INTAN BANDAR LAMPUNG
PROGRAM PASCA SARJANA (PPs)
KELOMPOK YASRI BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji
hanya untuk Allah SWT. Karena berkat rahmat dan hidayah Nya, kami dapat
menyelesaikan Makalah Hadist Tarbawi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada junjungan alam, yakni Nabi besar Muhammad SAW, dengan
mengucapkan “Allahumma shali’ala Muhammad Wa’ala alihi Muhammad”, yang
mana berkat ketekunan dan keuletan beliau yang telah membawa kita dari alam
kebodohan sampai ke alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan saat
sekarang ini. Penulis merasa perlu mengangkat judul makalah “Pengertian Hadis
dan Bentuk-bentuk Hadis” dikarenakan masih
banyaknya umat Islam yang belum mengetahui apa itu hadis dan bentuk-bentuknya.
Padahal ilmu itu sangatlah penting bagi kesejahteraan umat manusia. Untuk itu
dengan menghadirkan makalah ini, semoga orang – orang yang menganggap remeh
ilmu tersebut paham akan pentingnya sebuah ilmu. Kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat diharapkan oleh penulis untuk kesempurnaan
makalah ini.
Bandar
Lampung, Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan masalah.................................................................................. 1
C.Tujuan.................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits................................................................................. 2
B. Bentuk-bentuk Hadits........................................................................... 5
I.
Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi........................... 6
II.
Menurut Macam Periwayatannya..................................................... 7
III.
Hadits-hadits dhoif disebabkan oleh cacat perawi.......................... 8
F. Penjelasan hadits................................................................................... 4
G. Analisa kependidikan........................................................................... 7
BAB III KESIMPULAN
A. Penutup................................................................................................. 9
B. Saran..................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al Quran dan hadits merupakan pedoman bagi seluruh
umat islam di dunia yang mengatur kehidupan mereka. “Aku tinggalkan dua warisan,selama
kedua-duanya kamu pegang teguh maka kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu
Al-qur`an dan Sunah Rasulnya (hadits) " itulah perkataan nabi untuk
seluruh umat manusia. Banyak diantara kita yang mungkin terjadi
kesalahpahaman dalam menyebutkan tentang apakah itu yang dinamakan hadits.
Dalam makalah ini kami akan menjabarkan tentang pengertian hadits serta
macam-macam hadits yang ada. Karena hadis merupakan sumber pokok kedua dari
ajaran Islam, maka hadis- hadis yang dijadikan dasar untuk melaksanakan ajaran
Islam haruslah yang sahih dan autentik, bukan hadis yang lemah, apalagi palsu.
Untuk mengetahui otentisitas dan tingkat validitas hadis tersebut diperlukan
suatu penelitian yang cermat, terutama meriwayatkannya. Memahami pengertian
hadits dan bentuk-bentuknya merupakan suatu ilmu yang penting dipelajari oleh
setiap muslim. Oleh karena itu penulis akan menjelaskan pengertian dan
bentuk-bentuk hadis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat
kami rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian hadits?
2. Bagaimana bentuk-bentuk hadits?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hadits?
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk hadits?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hadits
Secara Etimologi Hadis atau al-hadits menurut bahasa
adalah al-jadid yang artinya (sesuatu yang baru) artinya yang berarti
menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadis juga sering
disebut dengan al-khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan
dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadis.[1]
Secara Terminologi Ahli hadits dan ahli ushul berbeda
pendapat dalam memberikan pengertian hadits. Di kalangan ulama hadits sendiri
ada juga beberapa definisi yang antara satu sama lain agak berbeda.
Ada yang mendefinisikan hadits, adalah : "Segala
perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya". Ulama hadits menerangkan
bahwa yang termasuk "hal ihwal", ialah segala pemberitaan tentang
Nabi SAW, seperti yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran,
dan kebiasaan-kebiasaannya. Ulama ahli hadits yang lain merumuskan pengertian
hadits dengan : "Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya". Ulama hadits yang lain
juga mendefiniskan hadits sebagai berikut : "Sesuatu yang didasarkan
kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun
sifatnya".[2]
Para ulama, baik muhaditsin,
fuqaha, ataupun ulama ushul, merumuskan pengertian hadist secara berbeda beda.
Perbedaan pandangan tersebut lebih disebabkan oleh terbatas dan luasnya objek
tinjauan masing-masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran
ilmu yang di dalamnya. Ulama hadis mendefinisikan hadis sebagai berikut segala
sesuatu yang diberitakan dari nabi SAW baik berupa sabda, perbuatan, taqrir,
sifat sifat maupun ihwal nabi.[3]
Dari pengertian tersebut, ada kesamaan dan perbedaan
para ahli hadits dalam mendefinisikan hadits. Kesamaan dalam mendefinisikan
hadits ialah hadits dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW,
baik perkataan maupun perbuatan. Sedangkan perbedaan mereka terletak pada
penyebutan terakhir dari perumusan definisi hadits. Ada ahli hadits yang
menyebut hal ihwal atau sifat Nabi sebagai komponen hadits, ada yang tidak
menyebut. Kemudian ada ahli hadits yang menyebut taqrir Nabi secara eksplisit
sebagai komponen dari bentuk-bentuk hadits. Tetapi ada juga yang memasukkannya
secara implisit ke dalam aqwal (perkataan nabi) atau afal ( perbuatan nabi). Sedangkan
ulama Ushul, mendefinisikan hadits sebagai berikut : "Segala perkataan
Nabi SAW. yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syara'".
Berdasarkan rumusan definisi hadits baik dari ahli hadits maupun ahli ushul,
terdapat persamaan yaitu: "memberikan definisi yang terbatas pada
sesuatu yang disandarkan kepada Rasul SAW, tanpa menyinggung-nyinggung perilaku
dan ucapan sahabat atau tabi'in. Perbedaan mereka terletak pada cakupan
definisinya. Definisi dari ahli hadits mencakup segala sesuatu yang disandarkan
atau bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir
(ketetapan nabi Muhammad). Sedangkan cakupan definisi hadits ahli ushul hanya
menyangkut aspek perkataan Nabi saja yang bisa dijadikan dalil untuk menetapkan
hukum syara'.
Hadits yang dipahami sebagai
pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang berhubungan dengan Nabi
Muhammad saw. Dalam tradisi Islam, hadits diyakini sebagai sumber ajaran agama
kedua setelah al-Quran. Di samping itu hadits juga memiliki fungsi sebagai penjelas
terhadap ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam QS: an-Nahl ayat 44.
Hadits tersebut merupakan teks kedua, sabda-sabda nabi dalam perannya sebagai
pembimbing bagi masyarakat yang beriman. Akan tetapi, pengambilan hadits
sebagai dasar bukanlah hal yang mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang
terdapat dalam hadits itu sendiri. Sehingga dalam berhujjah dengan hadits
tidaklah serta merta asal comot suatu hadits sebagai sumber ajaran.
Adanya rentang waktu yang panjang
antara Nabi dengan masa pembukuan hadits adalah salah satu problem. Perjalanan
yang panjang dapat memberikan peluang adanya penambahan atau pengurangan
terhadap materi hadits. Selain itu, rantai perawi yang banyak juga turut
memberikan kontribusi permasalahan dalam meneliti hadits sebelum akhirnya
digunakan sebagai sumber ajaran agama. Mengingat banyaknya permasalahan, maka
kajian-kajian hadits semakin meningkat, sehingga upaya terhadap penjagaan
hadits itu sendiri secara historis telah dimulai sejak masa sahabat yang
dilakukan secara selektif. Para muhaddisin, dalam menentukan dapat diterimanya
suatu hadits tidak mencukupkan diri hanya pada terpenuhinya syarat-syarat
diterimanya rawi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena mata rantai rawi
yang teruntai dalam sanad-sanadnya sangatlah panjang. Oleh karena itu, haruslah
terpenuhinya syarat-syarat lain yang memastikan kebenaran perpindahan hadits di
sela-sela mata rantai sanad tersebut.
Pada zaman Nabi, hadits diterima
dengan mengandalkan hafalan para sahabat Nabi, dan hanya sebagian hadits yang
ditulis oleh para sahabat Nabi. Hal ini disebabkan, “Nabi pernah melarang para
sahabat untuk menulis hadits beliau. Dalam pada itu, Nabi juga pernah menyuruh
para sahabat untuk menulis hadits beliau.[4]
Hadits Nabi telah ada sejak awal perkembangan
Islam adalah sebuah kenyataan yang tak dapat diragukan lagi. Hadits Nabi
merupakan sumber ajaran Islam, di samping al-Qur’an. “Hadits atau disebut juga
dengan Sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau didasarkan kepada Nabi
SAW., baik berupa perketaan, perbuatan, atau taqrir-nya. Hadits, sebagai sumber
ajaran Islam setelah al-Qur’an, sejarah perjalanan hadits tidak terpisahkan
dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri. Akan tetapi, dalam beberapa hal
terdapat ciri-ciri tertentu yang spesifik, sehingga dalam mempelajarinya
diperlukan pendekatan khusus”.
B. Bentuk-bentuk Hadits
Bentuk-bentuk
hadits terbagi pada qauli (perkataan), fi’li (perbuatan), taqrir (ketetapan),
hammi (keinginan), ahwali (hal ihwal), dan lainnya.
1. Hadits
qauli. Hadits qauli adalah segala bentuk perkataan, atau ucapan yang
disandarkan kepada Nabi SAW, yang berisi berbagai tuntutan dan petunjuk,
peristiwa, syara’, dan kisah, baik yang berkaitan dengan aspek aqidah, syari’at
maupun akhlak. Contohnya, hadits yang diriwayatkan oleh ‘Ubadah ibn al-Shamith
bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لَا صَلَاةَ
لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Artinya: ”Tidak (sah/sempurna) shalat bagi orang yang tidak membaca surat
al-Fatihah”. (Shahih al-Bukhari, III: 204, hadits 714)
2. Hadits
Fi’li. Hadits fi’li adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi SAW.
Dalam hadits tersebut terdapat berita tentang perbuatan Nabi SAW, yang menjadi
anutan perilaku para sahabat pada saat itu dan menjadi keharusan bagi semua
umat Islam untuk mengikutinya. Contohnya:
كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ
تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَة
Artinya: ”Rasulullah saw pernah shalat di atas
tunggangannya, ke mana pun tunggangannya menghadap. Apabila ia mau melaksanakan
shalat fardhu, ia turun dari tunggangannya, lalu menghadap ke kiblat”.
3. Hadits
Taqriri. Hadits taqriri adalah segala ketetapan Nabi terhadap apa yang datang/
di lalukan oleh para sahabatnya. Nabi SAW membiarkan atau mendiamkan suatu
perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan,
apakah beliau membenarkan atau mempermasalahkannya.
لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي
قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمْ الْعَصْرُ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ
لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّي لَمْ يُرَدْ
مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ
يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ
Artinya: “Janganlah salah seorang (di antara
kamu) mengerjakan shalat Ashar, kecuali (setelah sampai) di perkampungan Bani
Quraizhah. Lalu sebagian mereka mendapati (waktu) ‘Ashar di perjalanan.
Sebagian mereka mengatakan, kita tidak boleh shalat sehingga sampai di
perkampungan, dan sebagian lainnya mengatakan, tetapi kami shalat (dalam
perjalanan), tidak ada di antara kami yang membantah hal itu. Hal itu lalu
dilaporkan kepada Nabi saw, ternyata beliau tidak menyalahkan seorang pun dari
mereka”. (Shahih al-Bukhari,
III: 499, hadits 894)
4. Hadits
Hammi. Hadits Hammi : hadits yang berupa keinginan/hasrat Nabi SAW yang belum
direalisasikan, seperti: hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura. Contohnya:
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ
اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ
حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: “Sewaktu Rasulullah saw berpuasa pada
hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: “Ya
Rasulullah, sesungguhnya ia adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan
Nasrani”. Rasulullah saw menjawab, ”Tahun yang akan datang, insya Allah kita
akan berpuasa pada hari kesembilan(nya)”. ‘Abd Allah ibn ‘Abbas mengatakan,
“Belum tiba tahun mendatang itu, Rasulullah saw pun wafat”. (Shahih Muslim, V: 479, hadits 1916)
5. Hadits
Ahwali. Hadits ahwali: hadits yang berupa hal ihwal Nabi SAW yang tdk termasuk
ke dalam kategori keempat bentuk hadits di atas.[5]
Contohnya:
كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ وَجْهًا وَأَحْسَنَهُ
خَلْقًا لَيْسَ بِالطَّوِيلِ الْبَائِنِ وَلَا بِالْقَصِي
Artinya: “Rasulullah saw adalah
manusia memiliki sebaik-baik rupa dan tubuh. Kondisi fisiknya, tidak tinggi dan
tidak pendek ”.
Ada bermacam-macam
hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini.
I. Hadits yang
dilihat dari banyak sedikitnya Perawi
a.
Hadits Mutawatir. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta.
Berita itu mengenai hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera. Dan berita
itu diterima dari sejumlah orang yang semacam itu juga. Berdasarkan itu, maka
ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu hadits bisa dikatakan
sebagai hadits Mutawatir:
1) Isi hadits itu harus hal-hal yang
dapat dicapai oleh panca indera.
2) Orang yang menceritakannya harus
sejumlah orang yang menurut ada kebiasaan, tidak mungkin berdusta. Sifatnya
Qath'iy.
3) Pemberita-pemberita itu terdapat
pada semua generasi yang sama.
b.
Hadits Ahad. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih
tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah
"zhonniy". Sebelumnya para ulama membagi hadits Ahad menjadi dua
macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha'if. Namun Imam At Turmudzy kemudian
membagi hadits Ahad ini menjadi tiga macam, yaitu:
1) Hadits Shahih. Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang
bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat
ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain
yang lebih shahih) dan tidak mu'allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
a) Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.
b) Harus bersambung sanadnya
c) Diriwayatkan oleh orang / perawi
yang adil.
d) Diriwayatkan oleh orang yang dhobit
(kuat ingatannya)
e) Tidak syadz (tidak bertentangan
dengan hadits lain yang lebih shahih)
f) Tidak cacat walaupun tersembunyi.
2) Hadits Hasan. Ialah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan
di kalangan perawinya tidak ada yang disangka dusta dan tidak syadz.
3) Hadits Dha'if. Ialah hadits yang
tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak
dhobit, syadz dan cacat.
II. Menurut Macam
Periwayatannya
a.
Hadits yang bersambung sanadnya. Hadits ini adalah hadits yang
bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad SAW. Hadits ini disebut hadits Marfu'
atau Maushul.
b.
Hadits yang
terputus sanadnya
1) Hadits Mu'allaq. Hadits ini disebut juga hadits yang tergantung, yaitu
hadits yang permulaan sanadnya dibuang oleh seorang atau lebih hingga akhir
sanadnya, yang berarti termasuk hadits dha'if.
2) Hadits Mursal. Disebut juga hadits
yang dikirim yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'in dari Nabi
Muhammad SAW tanpa menyebutkan sahabat tempat menerima hadits itu.
3) Hadits Mudallas. Disebut juga hadits
yang disembunyikan cacatnya. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang
memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik
dalam sanad ataupun pada gurunya. Jadi hadits Mudallas ini ialah hadits yang
ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
4) Hadits Munqathi. Disebut juga hadits
yang terputus yaitu hadits yang gugur atau hilang seorang atau dua orang perawi
selain sahabat dan tabi'in.
5) Hadits Mu'dhol. Disebut juga hadits
yang terputus sanadnya yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'it dan
tabi'in dari Nabi Muhammad SAW atau dari Sahabat tanpa menyebutkan tabi'in yang
menjadi sanadnya. Kesemuanya itu dinilai dari ciri hadits Shahih tersebut di
atas adalah termasuk hadits-hadits dha'if.
III. Hadits-hadits
dha'if disebabkan oleh cacat perawi
a. Hadits Maudhu'. Yang berarti yang dilarang, yaitu hadits dalam
sanadnya terdapat perawi yang berdusta atau dituduh dusta. Jadi hadits itu
adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut hadits.
b. Hadits Matruk. Yang berarti hadits
yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi
saja sedangkan perawi itu dituduh berdusta.
c. Hadits Mungkar. Yaitu hadits yang
hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan
hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya / jujur.
d. Hadits Mu'allal. Artinya hadits yang
dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang
tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits
yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini
biasa disebut juga dengan hadits Ma'lul (yang dicacati) atau disebut juga
hadits Mu'tal (hadits sakit atau cacat).
e. Hadits Mudhthorib. Artinya hadits
yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad
dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan yang
dikompromikan.
f. Hadits Maqlub. Artinya hadits yang
terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dalamnya tertukar
dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah)
maupun matan (isi).
g. Hadits Munqalib. Yaitu hadits yang
terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
h. Hadits Mudraj. Yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat tambahan yang bukan
hadits, baik keterangan tambahan dari perawi sendiri atau lainnya.
i.
Hadits Syadz.
Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah
(terpercaya) yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari
perawi-perawi (periwayat / pembawa) yang terpercaya pula. Demikian menurut
sebagian ulama Hijaz sehingga hadits syadz jarang dihapal ulama hadits. Sedang
yang banyak dihapal ulama hadits disebut juga hadits Mahfudz.[6]
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Penutup
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan
persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam
agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an,
Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum
kedua setelah Al-Qur'an.
Bentuk-bentuk hadits terbagi pada
qauli (perkataan), fi’li (perbuatan), taqrir (ketetapan), hammi (keinginan),
ahwali (hal ihwal), dan lainnya.
Ada bermacam-macam hadits, yaitu: 1. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya
Perawi. Contohnya Hadits Mutawatir, Hadits Ahad. 2. Menurut Macam Periwayatannya
contohnya: Hadits yang
bersambung sanadnya, Hadits yang terputus sanadnya. 3. Hadits-hadits dha'if
disebabkan oleh cacat perawi contohnya: Hadits Maudhu', Hadits Matruk, Hadits Mungkar,
Hadits Mu'allal, Hadits Mudhthorib, Hadits Maqlub, Hadits Munqalib, Hadits
Mudraj, Hadits Syadz.
B.
Saran
Kita
sebagai golongan terpelajar jangan hanya menjadikan kitab- kitab hadist sebagai
buku hiasan saja atau buku pelengkap referensi, tetapi hendaklah kita baca,
maknai, dan ditafsiri dengan baik dan selanjutnya di amalkan dengan segenap
kemampuan. Dan kiranya makalah kami ini sangat jauh dari kesempurnaan, kritik
dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi meningkatkan kesempurnaan
makalah yang kami tulis ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-kuliah-pengertian-hadis.html.
diunduh tanggal 08 Juni 2013 pukul 10.50 wib
http://riyadhulmubtadiin99.blogspot.com/2012/10/pengertian-dan-bentuk-bentuk
hadis. html. diunduh tanggal 08 Juni 2013. 10.50 WIB
http://musloemsejati.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-bentuk-hadits.html
di unduh tanggal 08 Juni 2013. 10.50 WIB
http://atikanaufa.wordpress.com/2013/02/02/pengertian-dan-bentuk-bentuk-hadits/
di unduh tanggal 08 Juni 2013. 10.50 WIB
http://www.islam2u.net/index.php?option=com_content&view=article&id=102:pengertian-hadits&catid=20:fatwa&Itemid=65
di unduh tanggal 08 Juni 2013. 10.50 WIB
Manzhur, Ibnu. Lisan Al-Arab,juz II, (Mesir:
Dar Al-Mishriyah, tt)
Al-Siba’i, Dr.Mustafa, Al-Sunnah Wa Makanatuha Fi
Al-Tasyri’ Al-Islami, (Kairo: Dar Al-Salam, 1998), cet. Ke-I
Ajjaj Al-Khatib, Muhammad, Al-Sunnah Qabla
Al-Tadwin, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1997)
Solahudin,M.Agus, Ulumul hadis, (Bandung:
Pustaka Setia, 2008)
Suyadi,Agus, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka
Setia, 2008)
[1] http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-kuliah-pengertian-hadis.html. diunduh tanggal 08 juni 2013 pukul 10.50 wib
[3] http://riyadhulmubtadiin99.blogspot.com/2012/10/pengertian-dan-bentuk-bentuk
hadis. html. diunduh tanggal 08 juni
2013. 10.50 WIB
[4] http://musloemsejati.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-bentuk-hadits.html
diunduh tanggal 08 juni 2013. 10.50 wib
[5] http://atikanaufa.wordpress.com/2013/02/02/pengertian-dan-bentuk-bentuk-hadits/ diunduh tanggal 08 juni 2013. 10.50 wib
[6]http://www.islam2u.net/index.php?option=com_content&view=article&id=102:pengertian-hadits&catid=20:fatwa&Itemid=65 diunduh tanggal 08 juni 2013. 10.50 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AMPUN KESUPEN KRITIK DAN SARANNYA...