Alamat

Nama: Ridwan Sururi, S.Pd.I. Alamat: Jl. Pesantren Mathla'ul Falah no 412. Sindang Anom Kec. Sekampung Udik Kab. Lampung Timur. email. abu.hanan17@gmail.com. Facebook. Ridwan Sururi. HP. 085233552224

Senin, 22 Juli 2013

Makalah Perkembangan Islam Modern Di Pakistan. Ridwan Sururi. Sindang anom sekampung udik lampung timur, IAIN raden intan bandar lampung. kauman kotagajah lampung timur

Makalah
Di Ajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah
 Perkembangan Modern Dalam Islam
Judul
Perkembangan Islam Modern Di Pakistan
Dosen :
Dr. Hasan Mukmin, M.Ag
Dr. Abdul Syukur, M.Ag
Oleh :
RIDWAN SURURI
Npm: 1222010030

Program Ilmu Tarbiyah
Konsentrasi Pendidikan Agama Islam


PROGRAM STUDI ILMU TARBIYAH
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA (PPs)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1434 H/2013 M


KATA PENGANTAR


    Alhamduliilahirobbil’alamin, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena sampai detik ini Allah SWT masih bermurah hati memberikan segala karunia-Nya sehangga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
    Salam sejahtera semoga tetap tercurahkan kedapa Nabi Muhammad SAW sebagai Rahmatan Lil’alamin. Semoga kelak kita menjadi salah satu umatnya yang mendapatkan syafa’at dari beliau. Amin, Ya Robbal’alamin.
    Pada kesempatan kali ini panulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik dari segi moril maupun materil dan yang secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai hamba Allah Swt, penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi memperoleh hasil yang lebih baik dikesempatan mendatang.



Lampung, 6 April 2013

Penulis,


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..…..    1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………..…    2
A.    Muhammad Iqbal……………………………………………………………….    2
1.    Biografi………………………………………………………………………    2
2.    Ide pemikiran atau pembaharuan Muhammad Iqbal……………………    3
3.    Pemikiran Iqbal tentang sumber hukum Islam…………………………...    3
a.    Alquran…………………………………………………………………..    3
b.    Al-Hadis…………………………………………………………………..    5
B.    Muhammad Ali Jinnah………………………………………………………….    7
2.    Biografi Muhammad Ali Jinnah……………………………………………    7
3.    Perjalanan politik Mohammad Ali Jinnah…………………………………    8
4.    Perjuangan Mohammad Ali Jinnah dalam pembentukan negara islam “Pakistan”……………………………………………………………………    11
5.    Ide-ide Mohammad Ali Jinnah dalam pembentukan
dan pembaharuan negara islam di Pakistan……………………………….    14
C.    Abul A’la Al-Maududi…………………………………………………………...    15
1.    Biografi……………………………………………………………………….    16
2.    Ide pembaharuan Abul A’la Al-Maududi………………………………….    16
D.    Analisis terhadap beberapa ide pembaharuan Iqbal,
Ali Jinnah dan Maududi…………………………………………………………    18
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………    20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................    21





BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Pada pertengahan abad ke dua puluh, tepatnya pada tahun 1947 di India secara resmi muncul sebuah negara yaitu Pakistan. Jika kita mau menelusuri sejarah terbentuknnya negara tersebut maka akan didapatkan bahwa umat Islam adalah pendiri dan penggagas terbentuknya negara tersebut, dalam artian yang meng-konsep, dan mencita-citakan terbentuknya negara adalah umat Islam.
Terkait pembahasan mengenai konseptor, maka tidak bisa dilepaskan dari pembahasan tentang tokoh, oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas tentang tokoh yang berperan besar terkait dengan terbentuknya negara Pakistan, yaitu Muhammad Iqbal yang dikenal sebagai bapak Pakistan dan Muhammadi Ali Jinnah yang dikenal sebagai tokoh yang mewujudkan terbentuknya Negara Pakistan, juga Abu A’la al Maududi dengan “Jama’at Islami” yang di bentuknya, untuk menuju keselamatan politik dan agama.

2.    Rumusan Masalah
    Dari latar belakang diatas, kami dapat merumuskan beberapa masalah.
1.      Biografi ke-3 tokoh tersebut
2.      Apa ide-ide pembaharuan mereka?











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Muhammad Iqbal
1.      Biografi
    Terdapat perbedaan pendapat tentang tahun lahirnya Muhammad Iqbal, ada yang mengatakan Muhammad Iqbal (1877-1938 M) lahir tahun 1877 M, semetara menurut Harun Nasution tahun 1876 dan menurut Mukti Ali tahun 1873 di Sialkot, Punjab, wilayah Pakistan (sekarang). Perbedaan pendapat antar Harun Nasution juga menyangkut latar belakang keluarganya, Menurut Harun Nasution Ia berasal dari keluarga golongan menengah, sementara menurut Mukti Ali Berasal dari keluarga Miskin, Ayahnya, Muhammad Nur adalah seorang tokoh sufi, sedang ibunya juga dikenal sebagai muslimah yang saleha.
Pendidikan formalnya dimulai di Scottish Mission School, Sialkot, di bawah bimbingan Mir Hasan, seorang guru yang ahli sastra Arab dan Persia. Kemudian ia mendapatkan biasiswa untuk melanjutkan ke Goverment College, di Lahore, sampai mendapat gelar MA. Di kota lahore ia berkenalan dengan Thomas Arnold dan sekaligus menjadi pembimbingya, seorang orentalis yang menurut keterangan mendorong Iqbal untuk studi ke Ingris. Setelah selesai menempuh pendidikan di lahore Iqbal diangkat menjadi staf dosen di Goverment College dan mulai menulis syair-syair dan buku. Akan tetapi, profesinya sebagai dosen tidak berlangsung lama, karena pada tahun 1905, atas dorongan Arnold, Iqbal berangkat ke Eropa untuk melanjutkan studi di Trinity College, Universitas Cambridge, London, sambil ikut kursus advokasi di Lincoln Inn.
Di lembaga ini ia banyak belajar pada James Wird dan JE. McTaggart, seorang neo-Hegelian. Juga sering diskusi dengan para pemikir lain serta mengunjungi perpustakaan Cambridge, London dan Berlin. Untuk keperluan penelitiannya, ia pergi ke Jerman mengikuti kuliah selama dua semester di Universitas Munich yang kemudian mengantarkannya meraih gelar doctoris philosophy gradum, gelar doctor dalam bidang filsafat pada Nopember 1907, dengan desertasi The Development of Metaphysics in Persia, di bawah bimbingan Hommel. Selanjutnya, balik ke London untuk meneruskan studi hukum dan sempat masuk School of Political Science.



2.      Ide pemikiran atau pembaharuan Muhammad Iqbal
Sebagaimana para pembaharu lain, Iqbal juga beranggapan bahwa kemunduran umat Islam yang berlangsung sangat panjang disebabkan oleh:
1.      Kebekuan dalam pemikiran umat Islam, hukum dalam Islam telah bersifat statis, padahal menurutnya Hukum dalam Islam sebenarnya tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, dan pintu ijtihad tidak pernah tertutup.
2.      Ajaran zuhud yang terdapat dalam tasawuf.  Sikap zuhud dalam tasawuf mengajarkan bahwa perhatian kita harus dipusatkan kepada tuhan dan apa-apa yang berada di balik alam materi. Ajaran itu akhirnya menyebabkan umat Islam kurang memperhatikan soal-soal kemasyarakatan.
3.      Runtuhnya Baghdad sebagai pusat kemajuan pemkiran umat Islam pada pertengahan abad ke-13. Untuk mengelakan perpecahan yang lebih parah, kaum konservatif merasa perlu mempertahankan keseragaman hidup sosial umat Islam. Oleh karena itu mereka menolak pembaruan dalam bidang syariat dan menganjurkan untuk berpegang teguh pada hukum yang telah ditentukan ulama terdahulu. Dengan kata lain, mereka menganggap pintu ijtihad telah tertutup.

3. Pemikiran Iqbal tentang sumber hukum Islam
a. Alquran
Sebagai seorang Islam yang di didik dengan cara kesufian (mizan,1944:44) , Iqbal percaya kalau al-Qur’an itu memang benar diturunkan oleh Allah kepada - Nabi Muhammad dengan perantara Malaikat Jibril dengan sebenar-benar percaya, kedudukannya adalah sebagai sumber hukum yang utama dengan pernyataannya “The Qur’an is a book which emphazhise ‘deed’ rather than ‘idea’ “ (al Qur’an adalah kitab yang lebih mengutamakan amal daripada cita-cita) . Namun demikian dia menyatakan bahwa bukanlah al – Qur’an itu suatu undang-undang. Dia dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman, pintu ijtihad tidak pernah tertutup.
Tujuan sebenarnya Alqur’an menurut Iqbal adalah membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta, Qur’an tidak memuatnya secara detail maka manusialah dituntut pengembangannya. Ini didalam rumusan fiqh dikembangkan dalam prinsip ijtihad, oleh iqbal disebut prinsip gerak dalam struktur Islam. Disamping itu Alqur’an memandang bahwa kehidupan adalah satu proses cipta yang kreatif dan progresif. Oleh karenanya, walaupun Alquran tidak melarang untuk mempertimbangkan karya besar ulama terdahulu, namun masyarakat juga harus berani mencari rumusan baru secara kreatif dan inovatif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi.. “ Akibat pemahaman yang kaku terhadap pendapat ulama terdahulu, maka ketika masyarakat bergerak maju, hukum tetap berjalan di tempatnya”.
Akan tetapi, kendatipun Iqbal sangat menghargai perubahan dan penalaran ilmiah dalam memahami Alquran, namun dia melihat ada dimensi-dimensi didalam Alquran yang sudah merupakan ketentuan yang baku dan tidak dapat dirubah serta harus dikonservasikan, sebab ketentuan itu berlaku konstan. Menurutnya para mullah dan sufi telah membawa umat Islam jauh dari maksud al Qur’an sebenarnya. Pendekatan mereka tentang hidup menjadi negatif dan fatalis. Iqbal mengeluh ketidakmampuan umat Islam India dalam mamahami - al -Qur’an disebabkan ketidakmampuan terhadap memahami bahasa Arab dan telah salah impor ide-ide India ( Hindu ) dan Yunani ke dalam Islam dan - al-Qur’an. Dia begitu terobsesi untuk menyadarkan umat islam untuk lebih progresif dan dinamis dari keadaan statis dan stagnan dalam menjalani kehidupan duniawi. Karena berdasarkan pengalaman, agama Yahudi dan Kristen telah gagal menuntun umat manusia menjalani kehidupan. Kegagalan Yahudi disebabkan terlalu mementingkan segi-segi legalita dan kehidupan duniawi. Sedangkan Kristen gagal dalam memberikan nilai-nilai kepada pemeliharaan negara, undang-undang dan organisasi, karena lebih mementingkan segi-segi ritual dan spritual saja. Dalam kegagalan kedua agama tersebut al-Qur’an berada ditengah-tengah dan sama-sama mementingkan kehidupan individual dan sosial ;ritual dan moral. Al-Qur’an mengajarkan keseimbangan kedua sisi kehidupan tersebut, tanpa membeda-bedakannya. Baginya antara politik pemerintahan dan agama tidak ada pemisahan sama sekali, inilah yang dikembangkannya dalam merumuskan ide berdirinya negara Pakistan yang memisahkan diri dari India yang mayoritas Hindu.
Pandangan Iqbal tentang kehidupan yang equilbirium antara moral dan agama ; etik dan politik ; ritual dan duniawi, sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam pemikiran Islam. Namun, dalam perjalanan sejarah, pemikiran demikian terkubur bersama arus kehidupan politik umat Islam yang semakin memburuk, terutama sejak keruntuhan dan kehancuran Bagdad, 1258. sehingga masyarakat Islam tidak mampu lagi menangkap visi dinamis dalam doktrin Islam - (al-Qur’an).
Akhirnya walaupun tidak ditegaskan kedalam konsep oleh para mullah lahirlah pandangan pemisahan antara kehidupan dunia dan agama yang menyeret umat untuk meninggalkan kehidupan duniawi, akibatnya, hukum pun menjadi statis dan al-Qur’an tidak mampu di jadikan sebagai referensi utama dalam hal menjawab setiap problematika.
Inilah yang terjadi dalam lingkungan sosial politik umat Islam. Oleh sebab itu, Iqbal ingin menggerakkan umat Islam untuk kreatif dan dinamis dalam menghadapi hidup dan menciptakan perubahan-perubahan dibawah tuntunan ajaran al – Qur’an. Nilai-nilai dasar ajaran al – Qur’an harus dapat dikembangkan dan digali secara serius untuk dijadikan pedoman dalam menciptakan perubahan itu. Kuncinya adalah dengan mengadakan pendekatan rasional al – Qur’an dan mendalami semangat yang terkandung didalamnya, bukan menjadikannya sebagai buku Undang-undang yang berisi kumpulan peraturan-peraturan yang mati dan kaku.
Akan tetapi, kendatipun Iqbal sangat menghargai perubahan dan penalaran ilmiah dalam memahami al – Qur’an, namun ia melihat ada dimensi-dimensi didalam al – Qur’an yang sudah merupakan ketentuan yang baku dan tidak dapat dirubah serta harus di konservasikan ( pertahankan), sebab ketentuan itu berlaku konstan.
b. Al-Hadis
Sejak dulu hadist memang selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji. Baik umat Islam maupun kalangan orientalis. Tentu saja maksud dan titik berangkat dari kajian tersebut berbeda pula. Umat Islam didasarkan pada rasa tanggung jawab yang begitu besar terhadap ajaran Islam. Sedangkan orientalis mengkajinya hanya untuk kepentingan ilmiah. Bahkan terkadang hanya untuk mencari kelemahan ajaran Islam itu lewat ajaran Islam itu sendiri.
Kalangan orientalis yang pertama kali melakukan studi tentang hadist adalah Ignaz Goldziher. Menurutnya sejak masa awal Islam dam masa-masa berikutnya , mengalami proses evolusi, mulai dari sahabat dan seterusnya hingga menjadi berkembang di mazhab-mazhab fiqih. Iqbal menyimpulkan bahwa dia tidak percaya pada seluruh hadist koleksi para ahli hadist. (Iqbal, 1994 : 74-75).
Iqbal setuju dengan pendapat Syah Waliyullah tentang hadist, yaitu cara Nabi dalam menyampaikan Da’wah Islamiyah adalah memperhatikan kebiasaan, cara-cara dan keganjilan yang dihadapinya ketika itu. Selain itu juga Nabi sangat memperhatikan sekali adat istiadat penduduk setempat. Dalam penyampaiannya Nabi lebih menekankan pada prinsip-prinsip dasar kehidupan sosial bagi seluruh umat manusia, tanpa terikat oleh ruang dan waktu. Jadi peraturan-peraturan tersebut khusus untuk umat yang dihadapi Nabi. Untuk generasi selanjutnya, pelaksanaannya mengacu pada prinsip kemaslahatan. Dari pandangan ini Iqbal menganggap wajar saja kalau Abu hanifah lebih banyak mempergunakan konsep istihsan dari pada hadist yang masih meragukan kualitasnya. Ini bukan berarti hadist-hadist pada zamannya belum dikumpulkan, karena Abdul Malik dan Al Zuhri telah membuat koleksi hadist tiga puluh tahun sebelum Abu Hanifah wafat. Sikap ini diambil Abu Hanifah karena ia memandang tujuan-tujuan universal hadist daripada koleksi belaka.
Oleh karenanya, Iqbal memandang perlu umat Islam melakukan studi mendalam terhadap literatur hadist dengan berpedoman langsung kepada Nabi sendiri selaku orang yang mempunyai otoritas untuk menafsirkan wahyu-Nya. Hal ini sangat besar faedahnya dalam memahami nilai hidup dari prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan al – Qur’an.
Pandangan Iqbal tentang pembedaan hadist hukum dan hadist bukan hukum agaknya sejalan dengan pemikiran ahli ushul yang mengatakan bahwa hadist adalah penuturan, perbuatan dan ketetapan Nabi saw.yang berkaitan dengan hukum; seperti mengenai kebiasaan-kebiasaan Nabi yang bersifat khusus untuknya, tidak wajib diikuti dan diamalkan.
Setelah Iqbal menyelesaikan studinya di eropa, pada tahun 1908 ia kembali ke lahore, disana ia kembali menjadi dosen, sekaligus menjadi pengacara, selain itu ia juga masuk ke arena politik, dan pada tahun 1930 ia ditunjuk sebagai presiden Liga Muslimin yang berlangsung di Allahabad, yang menelorkan gagasan untuk mendirikan negara Pakistan sebagai alternatif atas persoalan antara masyarakat muslim dan Hindu. Selama Di lahore Iqbal juga sering melakukan ceramah-ceramah di berbagai universitas di India. Dan sejak itulah ide pembaharuannya terkait dengan kondisi Islam ia sampaikan.
Suatu hal yang menarik tentang ide pemabaharuan Iqbal ialah meskipun ia memiliki latar belakang pendidikan eropa ia tidak berpendapat bahwa baratlah yang harus dijadikan contoh, menurutnya yang harus diambil umat Islam dari barat hanyalah ilmu pengetahuannya. Sementara kapitalisme dan imperialisme barat ditentangnya, karena Barat menurutnya sangat dipengaruhi oleh materealisme dan telah meninggalkan agama. Pemikiran Iqbal yang dikenal sebagai seorang filosof sekaligus penyair perihal kondisi Islam mempunyai pengaruh yang luas terhadap gerakan pembaharuan dalam Islam.
Oleh karena itu, iqbal dalam ceramahnya sering menganjurkan agar ditingkatkan solidaritas antar umat dan persaudaraan Muslim untuk bisa melepaskan dari jajahan asing, ide ini didukung oleh sebagian besar rakayat negerinya, baik umat Islam maupun Hindu.
Akan tetapi, ide iqbal terkait nasionalisme yang berupa solidaritas antar agama mengalami perubahan, nasionalisme India yang mencakup Muslim dan Hindu sangat bagus, tetapi sulit sekali untuk dapat diwujudkan, bahkan ia curiga akan adanya konsep new-hinduisme dibalik “Nasionalisme” yang mendapat dukungan dari umat Hindu. Menurut iqbal, di India terdapat dua umat besar, dan dalam pelaksanaan demokrasi barat di India, kenyataan itu harus diperhatikan, karena nasionalisme ala barat menurutnya akan melahirkan materialisme dan atheisme yang dapat mengancam bagi peri kemanusiaan. Hal itu selain disebabkan penolakan iqbal terhadap ide-ide barat, juga dikarenakan adanya tuntutan umat Islam untuk membentuk sebuah pemerintahan sendiri. Sehingga kemudian terbentuklah pemerintahan Pakistan yang secara resmi merdeka pada tahun 1947.
Terkait dengan berdirinya Pakistan, Iqbal adalah seorang tokoh politik dan pembaharu yang memiliki peran besar bahkan disebut sebagai Bapak Pakistan, karena sejak ia menjabat sebagai presiden liga Muslimin, ia banyak memaparkan tentang perlunya membentuk negara muslim, bahkan dalam pidato kepresidennya ia menyatakan bahwa terbentuknya negara muslim itulah yang menjadi tujuan akhir umat Islam.
Mukti Ali mengutip pidoto kepresidenan tersebut sebagai berikut: “Saya ingin melihat Punjab, Propinsi Nort-West Frontier, Sindh dan Baluchistan, bergabung menjadi satu negara. Berpemerintahan sendiri dalam kerajaan inggris atau diluar kerajaan inggris, pembentukan negara Muslim Barat laut India tampaknya mejadi tujuan akhir umat muslim, pAling tidak bagi umat Islam India Barat Laut”. Ide tentang Pembentukan negara muslim yang menjadi harapan Muhammad Iqbal diteruskan dan diperjuangkan serta diwujudkan oleh Muhammad Ali Jinnah dan baru terwujud 9 tahun setelah iqbal meninggal (1938), yaitu pada tahun 1947.

B. Muhammad Ali Jinnah
1. Biografi Muhammad Ali Jinnah
Mohammad Ali Jinnah lahir pada hari Ahad, tanggal 25 Desember 1876, keturunan dari seorang saudagar dari Kathiawar.  Ia dilahirkan dengan nama Mohammed Ali Jinnah Bhai di Karachi, provinsi Sind (dulu di India, tetapi sekarang menjadi wilayah Negara Pakistan) dari pasangan pedagang yang berasal yang bernama Jinnahbhai dengan Mithibhai.  Kecerdasan yang ia miliki dan kemampuan materi orang tuanya, memungkinkan ia mendapatkan fasilitas yang besar untuk kepentingan pendidikannya.
Ketika menginjak umur sepuluh tahun, ia dikirim orang tuanya belajar di Bombay selama satu tahun, kemudian pulang ke Karachi dan melanjutkan pelajarannya di Sind Madrasatul Islam, setingkat dengan sekolah menengah pertama, dan setelah itu melanjutkan sekolah menengah atas di Mission Hight School. Atas nasihat Frederick Leigh Croft, Meneger Graham Shipping and Tradding Company, ia dikirim ke London oleh orang tuanya untuk belajar bisnis pada kantor pusat Graham Shipping and Tradding Company dan waktu itu ia berusia 16 tahun.
Sampai di London, Muhammad Ali Jinnah tidak memasuki sekolah yang di cita-citakan ayahnya, tetapi beliau justru tertarik mempelajari hukum di London ini. Suatu lembaga pendidikan yang mempersiapkan lulusannya menjadi ahli hukum atau pengacara. Pada tahun 1896, ia memperoleh gelar sarjana dalam bidang hukum di London. Pada tahun itu juga ia kembali ke India dan bekerja sebagai pengacara di Bombay. 
Dalam masa pengabdiannya di bidang hukum ini, ia banyak berhubungan dengan berbagai kalangan lapisan masyarakat, diantaranya adalah Machperson, Jaksa Agung Bombay. ia sangat terkesan dengan semangat pengabdian Jinnah yang masih muda itu dalam bidang hukum, sehingga ia terdorong untuk memberikan fasilitas kepada Jinnah dengan kebebasan yang seluas-luasnya untuk mempergunakan perpustakaan pribadinya. 

6.    Perjalanan politik Mohammad Ali Jinnah
Karir politik Jinnah dimulai pada tahun 1906 dengan keikut sertaannya pada sidang Kongres Kalkuta (Calcutta Congress Seassion) sebagai sekertaris Presiden, Dhabai Naoradji. Beliau memilih bergabung dengan Kongres Nasional, karena menurut pendapatnya “ perjuangan yang paling utama bagi rakyat India adalah kemerdekaan India dan itu hanya dapat dicapai melalui usaha bersama kelompok Islam dan Hindu ”. Jinnah berkeyakinan bahwa persatuan umat Islam dan umat Hindu India merupakan syarat untuk tercapainya kemerdekaan India. Atas keyakinan, sikap dan upaya untuk menyatukan umat Islam dan umat Hindu ini demi kepentingan nasional dan kemerdekaan India, beliau dijuluki sebagai “Ambassador of Hindu Muslim Unity”.
Pada saat Muhammad Ali Jinnah mulai tertarik dan kemudian terjun dalam kancah perpolitikan India, ia masih tenggelam dalam liberalisme yang ia peroleh pada saat ia mengemban pendidikan di Barat dan pengaruh dari Dadabhai Naoroji dan Gopal Krishna Gokhale, Muhammad Ali Jinnah memulai kariernya di sayap liberal dari kongres Nasional India pada tahun 1906. 
Kongres Nasional India (all India National Congress) adalah sebuah partai politik tertua di India, yang didirikan pada tanggal 27 Desember 1885 di Bombay. Pada awal kemerdekaan Negara India, Kongres Nasional India mendominasi di hampir semua aspek kehidupan politik India. Sedangkan pada masa sebelum kemerdekaan, Kongres Nasional India berada pada barisan terdepan dalam perjuangan untuk kemerdekaan. Walaupun di dalam kongres Nasional India menampung kelompok-kelompok sosial radikal, tradisional, bahkan konservatif Muslim dan Hindu, akan tetapi tetap saja dalam prakteknya menjadi perwakilan umat Hindu dalam berpolitik. Kongres Nasional India pada awalnya tidak menentang pemerintahan kolonial Inggris, dan pada perkembangannya Kongres Nasional India menghimpun gerakan kemerdekaan untuk melawan pemerintahan kolonial Inggris. 
Muhammad Ali Jinnah pada awalnya adalah salah seorang tokoh Muslim India yang memiliki rasa nasionalisme tinggi dan memiliki keinginan agar Negara India bisa merdeka dan menyatukan umat Muslim dan Hindu dalam satu Negara yaitu Negara India, sehingga pada awal terjunnya ke dunia politik Muhammad Ali Jinnah lebih memilih masuk ke dalam kongres Nasional India yang merupakan organisasi politik terbesar pada waktu itu untuk menjadi pilihan wadah berpolitiknya. Namun sebagai seorang Muslim, tetap saja fokus perhatian politik Muhammad Ali Jinnah ditegakkan di atas kepentingan umat Muslim India, yakni ia berpidato tentang masalah yang berhubungan dengan umat Muslim di India, yaitu soal “Waqful Aulad”. 
Muhammad Ali Jinnah berpegang teguh kepada Kongres Nasional India dan ia bangga tergolong sebagai anggota Kongres Nasional India. Kerena menurut Muhammad Ali Jinnah, Kongres Nasional India telah sesuai dengan pandangannya yaitu berjuang untuk memperoleh kemerdekaan Negara India dan menentang pemerintahan kolonial Inggris.Namun pada tahun 1920, Muhammad Ali Jinnah resmi mengundurkan diri dari Kongres Nasional India, karena ia memiliki perbedaan pandangan dengan Mahatma Gandhi dan Pandit Jawaharlal Nehru tentang masa depan Negara India.
Liga Muslim India (All Indian Muslim League) adalah salah satu organisasi politik di India pada masa kolonial Inggris. Liga muslim India tersebut didirikan pada 30 Desember 1906 di Dacca sebagai wadah perjuangan Umat Muslim India.
Sebagai seorang muslim, Muhammad Ali Jinnah tetap menempatkan fokus perhatian politiknya di atas kepentingan umat Muslim. Namun ia memilih Kongres Nasional India dibanding Liga Muslim India sebagai tempatnya bernaung dalam awal karier politiknya. Hal ini disebabkan karena menurut Muhammad Ali Jinnah, Liga Muslim India tidak memiliki tujuan yang cukup tinggi dan menurutnya juga, politik patuh dan setia pada pemerintahan Inggris yang terdapat dalam Liga Muslim tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Namun, pada bulan Maret 1913, Liga Muslim India mengubah Anggaran Dasarnya, yaitu berusaha memperoleh “suatu bentuk pemerintahan sendiri yang sesuai” sebagai tujuan organisasi tersebut, setelah Liga Muslim India mengubah Anggaran Dasarnya dan menurut Muhammad Ali Jinnah telah sesuai dengan apa yang diinginkannya maka ia masuk ke dalam anggota Liga Muslim India, dengan demikian Liga Muslim India memiliki orang kuat. 
Pada tahun tersebut juga Muhammad Ali Jinnah terpilih menjadi Presiden Liga Muslim India dan mulai aktif dalam kegiatan politiknya yang sesuai dengan tujuan yang ingin ia capai, yaitu berusaha untuk menyatukan umat Muslim dan Hindu India. Usaha-usaha politiknya ia lakukan dari dalam Liga Muslim India. Perjuangan dan kebijakan Ali Jinnah sebagai Presiden Liga Muslim ini adalah demi persatuan Islam dan Hindu untuk meraih satu tujuan yaitu kemerdekaan seluruh India dari cengkeraman penjajahan Inggris. Oleh sebab itu ia mengadakan perundingan dengan Partai Kongres Nasional India, yang di kenal dengan perjanjian Lucknow 1916. Salah satu isinya menetapkan bahwa umat Islam India akan memperoleh daerah pemilikan terpisah, dan ketentuan ini akan dicantumkan dalam UUD India. 

7.    Perjuangan Mohammad Ali Jinnah dalam pembentukan negara islam “Pakistan”
Tahun 1934, Ali Jinnah kembali memimpin Liga Muslim atas permintaan teman-temannya. Liga Muslim dibawah pimpinan Ali Jinnah kali ini berubah menjadi gerakan rakyat yang kuat dari sebelumnya yang hanya beranggotakan para hartawan, pegawai tinggi, dan belum ada hubungan dengan orang awam Muslim.  Namun kini dengan dukungan para ulama, mereka berhasil menarik para petani, pengrajin dan masyarakat bawah lainnya ke dalam perjuangan Liga Muslim yang berjuang demi kemerdekaan Negara Islam Pakistan, terpisah dari Negara Hindu India.
Pada tahun 1940, Ali Jinnah mengemukakan Two Nations Theory(Teori Dua Bangsa), bahwa Islam dan Hindu adalah dua kultur yang sangat berbeda dan terpisah. Menurutnya, meskipun telah berabad-abad dua bangsa ini hidup dalam satu atap Negara, tetapi kenyataannya mereka tidak pernah bisa bersatu.
Tahun 1944 Ali Jinnah mengadakan perundingan dengan Ghandi dari Partai Kongres untuk membicarakan tentang aksi bersama menghadapi Inggris. Tetapi perundingan tetap mengalami kegagalan. Tapi Ali Jinnah terus menyebarkan ide pembaharuannya. Ia menjelaskan bahwa Negara Pakistan nantinya akan mencakup enam daerah. Juga menjelaskan sistem pelaksanaan pemerintahan yang akan dipegang oleh orang Muslim tanpa melupakan nonmuslim.
Sementara itu, suasana India semakin tak terkendali akibat persaingan politik yang semakin memanas. Terjadi pertikaian yang melibatkan umat Islam dan Hindu yang menewaskan 5000 orang dari kedua pihak. Insiden kekerasan ini semakin menambah kuatnya tuntutan umat Islam untuk memisahkan diri dari India dan membentuk Negara sendiri.
Pemerintah Inggris tidak bisa mengendalikan situasi yang semakin meruncing ini. Hingga akhirnya satu tahun berikutnya Inggris menyerahkan kedaulatan kepada dua Dewan Konstitusi yaitu pihak Pakistan dan India.
Pada tanggal 14 Agustus 1947 Dewan konstitusi Pakistan diresmikan, dan keesokan harinya 15 agustus 1947 Pakistan resmi berdiri sebagai Negara umat Islam, terpisah dari India. Dan Ali Jinnah dibaiat menjadi Qaid-i Azam (Pemimpin Besar) sekaligus Presiden pertama Republik Islam Pakistan. Dalam salah satu pidatonya Ali Jinnah mengatakan, “dari sudut pandang apapun ummat Islam adalah satu bangsa, mereka berhak mendirikan Negara sendiri dan menerapkan cara apapun untuk melindungi dan meningkatkan kepentingan mereka dari dominasi India”.
Aral tak henti menghadang pertumbuhan negara yang tengah berjuang menerapkan syari'ah (hukum Islam), yang mengakomodasi demokrasi, HAM, toleransi, dan keadilan sosial tersebut. Mayoritas negara-negara anggota PBB rata-rata “gerah” menyaksikan kemajuan Pakistan di bidang penerapan syari'ah dan pengembangan sains modern. Puncak kekhawatiran itu, berubah menjadi ketakutan dan berujung kepada konspirasi untuk memecah belah.
Tahun 1971 timbul perang saudara antara Pakistan Barat yang dipimpin Presiden Yahya Khan dan Pakistan Timur yang dipimpin Mujibur Rahman.
Dengan bantuan penuh India, serta kelompok konspirasi lainnya, Pakistan Timur berhasil melepaskan diri dari Republik Islam Pakistan. Berdirilah Republik Bangladesh. Republik Islam Pakistan kehilangan satu sayap terpenting, berupa penyusutan wilayah geografis. Setelah tragedi pisahnya Pakistan Barat-Pakistan Timur, Republik Islam Pakistan senantiasa dililit masalah. Selain ketegangan abadi dengan India, baik mengenai perbatasan maupun kepemilikan Khasmir, juga ketengangan internal yang selalu meruntuhkan kewibawaan pemerintahan.
Tahun 1974, Jenderal Yahya Khan dikudeta oleh Jenderal Zulfikar Ali Butho. Juli 1977, Jenderal Ziaul Haq mengambil alih kekuasaan. Ali Butho dihukum gantung tanggal 4 April 1979. Pemerintah Ziaul Haq memberi dukungan penuh kepada Mujahidin Afganistan, yang sedang berjuang melawan invasi militer Uni Soviet (1979-1989). Namun tahun 1988, Ziaul Haq tewas, ketika helikopter yang ditumpanginya bersama Dubes Amerika Serikat di Pakistan, meledak. Kekuasan berpindah. Hingga muncul Benazir Butho, putri mendiang Zulfikar Ali Butho, merebut takhta Perdana Menteri. Hanya bertahan dua tahun. Tahun 1990, Benazir lengser karena dituduh korupsi. Digantikan Nawaz Sharif, seorang pengikut panatik Ziaul Haq. Sejak itu, pemerintahan Pakistan tak pernah stabil.
Serangan AS ke Afganistan awal 2002, membawa pengaruh luar biasa terhadap Pakistan. Peran Pakistan membesarkan Milisi Thaliban, hingga mampu mendirikan pemerintahan Islam di Afganistan tahun 1996, berubah drastis setelah mendapat tekanan keras AS. Pakistan balik membantu AS menghancurkan Milisi Thaliban. Presiden Pervez Musharraf berperan besar dalam perubahan sikap itu. Seorang Presiden yang berhasil naik tahta dengan aksi kudeta militer tak berdarah ini, merupakan kata kunci bagi perkembangan politik dan ekonomi Pakistan kontemporer.
In the Line of Fire karya Peresiden Musharraf terbaru (2006), adalah buku yang cukup kontroversial untuk dekade akhir ini. Banyak hal yang ia paparkan dalam buku tersebut, mulai dari perbaikan ekonomi Pakistan, pemulihan demokratisasi, pengentasan kemiskinan, peningkatan taraf pendidikan, emansipasi wanita, sampai kepada perang terhadap terorisme. Dengan langkah-langkah reformasinya ini, seolah ia tengah bermain api, baik kepada kalangan yang memiliki dendam sejarah atasnya, atau kepada kalangan yang menolak terhadap ide demokrasi liberal. Kalangan oposisi pemerintah, sampai kalangan fundamentalis pun selalu memberikan catatan-catatan kritis terhadap perjalanan rezim Musyharaf ini. Nampaknya ideologi Negara Syariat yang sejak awal dirancang, tengah menhadapi ujian, khususnya di saat negara-negara Barat menemukan momentumnya dalam setting perang melawan terorisme. Maka tak heran jika sekarang mulai muncul kembali wacana, bahwa Pakistan lahir atas dasar kepentingan mendirikan Negara Islam, ataukah sebatas membela kepentingan pemeluk Islam dari ketertindasan bangsa India saja. Entah akan ke mana akhir dari firksi ini akan bermuara, yang jelas bola api itu masih terus bergulir sampai saat ini.
Setahun setelah perjuangannya mendirikan Negara Pakistan, tepatnya 11 September 1948, Muhammad Ali Jinnah, Presiden Pakistan pertama wafat di Karachi dalam usia 72 tahun.
Jadi secara singkatnya dalam karier intelektualnya adalah :
1)    Sebagai pengacara di London selama 2 tahun
2)    Tahun 1897 (usia 2 tahun) sebagai pengacara di Bombay
3)    Berkenalan dengan Jaksa Agung, Mac Pherson, banyak menimba ilmu (perpustakaan pribadi)
4)    Tahun 1906 terjun ke dunia politik, dan membidani berdirinya Partai Liga Muslimin India, dengan Tujuan :
•    melindungi dan meningkatkan hak-hak politik serta kepentingan umat Islam yang ada di India.
•    mencegah pemaksaan dan tekanan dari komunitas lain
5)    Tahun 1913 terpilih sebagai Presiden Liga Muslim India. Dalam perjuangannya melakukan kerja sama dengan Partai Konggres yang menghasilkan Perjanjian Lucknow tahun 1916. Hasilnya : Umat Islam diberi daerah pemilihan terpisah yang dicantumkan dalam undang-undang dasar di India.
6)    Tahun 1917 mengokohkan kerja sama umat Islam dan Hindu.
7)    Tahun 1930-1932 ke London, diadakan KMB tentang perubahan ketatanegaraan dalam proses menuju kemerdekaan India. Dia merasa kecewa dengan umat Hindu karena memaksakan kehendaknya, dan akhirnya menetap di London.
8)    Tahun 1930, sahabatnya Muhammad Iqbal mencetuskan gagasan negara islam bagi umat Islam di India
9)    Tahun 1934, kembali ke India atas permintaan Liaquat Ali Khan, dan kembali memimpin Liga Muslim India
10)    Sidang di Lahore, menghasilkan ”Resolusi Lahore” atau ”Resolusi Pakistan” sebagai pelopor : Maulvi Fazlul Haque. Hasilnya : Umat Islam India merupakan suatu bangsa. Umat Islam. Umat Islam harus merupakan tanah air sendiri terpisah dari umat Hindu, dan tidak akan menerima konstitusi yang tidak menjadi menyebabkan tuntutan dasar ini.
11)    Tahun 1937, LMI mengalami kekalahan dalam pemilu dengan Partai Konggres (ketuanya : Jawaharlal Nehru)
12)    Ketika terjadi konflik antara umat Islam dan Hindu semakin memanas di Calcuta dan Binhar, gagasan pendirian negara sendiri semakin menguat.
13)    Pemerintah Inggris mengalami kesulitan, dan menyerahkan kedaulatan pada kedua Dewan Konstitusi :
•    India untuk umat Hindu
•    Pakistan untuk umat Islam
14)    Tanggal 14 Agustus 1947, lahirlah Pakistan sebagai negara
15)    Memimpin Pakistan selama 1 tahun, dan wafat pada tanggal 11 September 1948 dalam usia 72  tahun
8.    Ide-ide Mohammad Ali Jinnah dalam pembentukan dan pembaharuan negara islam di Pakistan
Pemikiran pembaharuan Mohammad Ali Jinnah sebenarnya lebih pada ranah politik. Diantaranya adalah gagasan tentang nasionalisme India, dengan perjuangan yang dilakukan :
1)      Persatuan umat Islam dan Hindu
2)      Kemerdekaan India dari cekreraman penjajah (Inggris)
3)      Nasionalisme
Muhammad Ali Jinnah mengatakan bahwa:
”India tidak akan diperintah oleh umat Hindu dan tidak pula oleh umat Islam, tetapi India harus diperintah oleh rakyat India dalam arti diperintah oleh umat Islam dan Hindu secara bersama-sama. Tuntutan kita adalah memindahkan kekuasaan ke tengah-tengah rakyat India dalam waktu yang tidak begitu lama, dan merupakan prinsip pembaharuan kita. (semangat nasionalisme).”
Tahun 1947, LMI memporeleh suara yang signifikan. Dengan gagasannya dihadapan pemerintah Inggris dan Partai Konggres, yaitu : membentuk pemerintahan sementara dan memboikot rencana sidang Dewan Konstitusi.

C.     Abul A’la Al-Maududi
1.      Biografi
    Sayyid Abul A’la Maududi adalah figur penting dalam kebangkitan Islam pada dasawarsa terakhir. Ia lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh muslim India Utara) di Aurangabad, India Selatan, tepatnya pada 25 September 1903 (3 Rajab 1321 H). Rasa dekat keluarga ini dengan warisan pemerintahan Muslim India dan kebenciannya terhadap Inggris, memainkan peranan sentral dalam membentuk pandangan Maududi di kemudian hari.

Ahmad Hasan, ayahnya Maududi, sangat menyukai tasawuf. Ia berhasil menciptakan kondisi yang sangat religius dan zuhud bagi pendidikan anak-anaknya. Ia berupaya membesarkan anak-anaknya dalam kultur syarif. Karenanya, sistem pendidikan yang ia terapkan cenderung klasik. Dalam sistem ini tidak ada pelajaran bahasa Inggris dan modern, yang ada hanya bahasa Arab, Persia, dan Urdu. Karena itu, Maududi jadi ahli bahasa Arab pada usia muda.

Pada usia sebelas tahun, Maududi masuk sekolah di Aurangabad. Di sini ia mendapatkan pelajaran modern. Namun, lima tahun kemudian ia terpaksa meninggalkan sekolah formalnya setelah ayahnya sakit keras dan kemudian wafat. Yang menarik, pada saat itu Maududi kurang menaruh minat pada soal-soal agama, ia hanya suka politik. Karenanya, Maududi tidak pernah mengakui dirinya sebagai ‘alim. Kebanyakan biografi Maududi hanya menyebut dirinya sebagai jurnalis yang belajar agama sendiri. Semangat nasionalisme Indianya tumbuh subur. Dalam beberapa esainya, ia memuji pimpinan Partai Kongres, khususnya Mahatma Gandhi dan Madan Muhan Malaviya.
Pada 1919 ia ke Jubalpur untuk bekerja di minggua partai pro Kongres yang bernama Taj. Di sini dia jadi sepenuhnya aktif dalam gerakan khilafah, serta aktif memobilisasi kaum muslim untuk mendukung Partai Kongres.Kemudian Maududi kembali ke Delhi dan berkenalan dengan pemimpin penting Khilafah seperti Muhammad ‘Ali. Bersamanya, Maududi menerbitkan surat kabar nasionalis, Hamdard. Namun itu tidak lama. Selama itulah pandangan politik Maududi kian religius. Dia bergabung dengan Tahrik-I Hijrah (gerakan hijrah) yang mendorong kaum muslim India untuk meninggalkan India ke Afganistan yang dianggap sebagai Dar al-Islam (negeri Islam).
Pada 1921 Maududi berkenalan dengan pemimpin Jami’ati ‘Ulama Hind (masyarakat ulama India). Ulama jami’at yang terkesan dengan bakat maududi kemudian menarik Maududi sebagai editor surat kabar resmi mereka, Muslim. Hingga 1924 Maududi bekerja sebagai editor muslim. Disinilah Maududi menjadi lebih mengetahui kesadaran politik kaum muslimin dan jadi aktif dalam urusan agamanya. Namun, saat itu tulisan-tulisannya belum juga mengarah pada kebangkitan Islam.

2.      Ide pembaharuan Abul A’la Al-Maududi
Di Delhi, Maududi memiliki peluang untuk terus belajar dan menumbuhkan minat intelektualnya. Ia belajar bahasa Inggris dan membaca karya-karya Barat. Jami’at mendorongnya untuk mengenyam pendidikan formal agama. Dia memulai dars-I nizami, sebuah silabus pendidikan agama yang populer di sekolah agama Asia Selatan sejak abad ke delapan belas. Pada 1926, ia menerima sertifikat pendidikan agama dan jadi ulama. Runtuhnya khilafah pada 1924 mengakibatkan kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap nasionalisme yang ia yakini hanya menyesatkan orang Turki dan Mesir, dan menyebabkan mereka merongrong kesatuan muslim dengan cara menolak imperium ‘Utsmaniah dan kekhalifahan muslim. Dia juga tak lagi percaya pada nasionalisme India. Dia beranggapan bahwa Partai Kongres hanya mengutamakan kepentingan Hindu dengan kedok sentimen nasionalis. Dia ungkapkan ketidaksukaannya pada nasionalisme dan sekutu muslimnya.
Sejak itu, sebagai upaya menentang imperialisme, Maududi menganjurkan aksi Islami, bukan nasionalis. Ia percaya aksi yang ia anjurkan akan melindungi kepentingan muslimin. Hal ini memberi tempat bagi wacana kebangkitan. Pada 1925, seorang Muslim membunuh Swami Shradhnand, pemimpin kebangkitan Hindu. Swami memancing kemarahan kaum muslimin karena dengan terang-terangan meremehkan keyakinan kaum muslimin. Kematiannya Swami menimbulkan kritik media massa bahwa Islam adalah agama kekerasan. Maududi pun bertindak. Ia menulis bukunya yang terkenal mengenai perang dan damai, kekerasan dan jihad dalam Islam, Al Jihad fi Al Islam. Buku ini berisi penjelasan sistematis sikap Muslim mengenai jihad, sekaligus sebagai tanggapan atas kritik terhadap Islam. Buku ini mendapat sambutan hangat dari kaum muslimin. Hal ini semakin menegaskan Maududi sebagai intelektual umat.
Sisa terakhir pemerintahan muslim pada saat itu kelihatan semakin tidak pasti. Maududi pun berupaya mencari faktor penyebab semakin pudarnya kekuasaan muslim. Dia berkesimpulan, selama berabad-abad Islam telah dirusak oleh masuknya adat istiadat lokal dan masuknya kultur asing yang mengaburkan ajaran sejatinya. Karenanya Maududi mengusulkan pembaharuan Islam kepada pemerintahan saat itu, namun tidak digubris. Hal ini mendorong Maududi mencari solusi sosio-politik menyeluruh yang baru untuk melindungi kaum muslimin.
Gagasannya ia wujudkan dengan mendirikan Jama’at Islami (partai Islam), tepatnya pada Agustus 1941, bersama sejumlah aktifis Islam dan ulama muda. Segera setelah berdiri, Jama’ati Islami pindah ke Pathankot, tempat dimana Jama’at mengembangkan struktur partai, sikap politik, ideologi, dan rencana aksi. Sejak itulah Maududi mengosentrasikan dirinya memimpin umat menuju keselamatan politik dan agama. Sejak itu pula banyak karyanya terlahir di tengah-tengah umat. Ketika India pecah, Jama’at juga terpecah. Maududi, bersama 385 anggota jama’at memilih Pakistan. Markasnya berpindah ke Lahore, dan Maududi sebagai pemimpinnya. Sejak itu karir politik dan intelektual Maududi erat kaitannya dengan perkembangan Jama’at. Dia telah "kembali" kepada Islam, dengan membawa pandangan baru yang religius.
D.    Analisis terhadap beberapa ide pembaharuan Iqbal, Ali Jinnah dan Maududi
Saya sependapat dengan konsep Iqbal yang menyatakan bahwa Islam itu adalah agama yang dinamis. Islam pada  hakikatnya, mengajarkan dinamisme pada zaman klasik, tampak sangat dinamis. Hal itu karena adanya keyakinan sistem sosial dipusatkan pada alquran. Alquran senantiasa menganjurkan pemakaian akal dalam memahami ayat atau tanda yang terdapat dalam alam, seperti matahari, bulan, bintang, malam dan siang. Orang yang tidak memerhatikan tanda-tanda itu akan buta terhadap masa yang akan datang. Konsep islam mengenai alam adalah dinamis dan senantiasa berkembang.
Menurut Alquran, setiap bangsa memiliki masa tertentu. Kemajuan serta kemunduran dibuat tuhan silih berganti diantara bangsa yang mendiami bumi, ini mengandung arti dinamisme. Lebih jauh lagi, kita melihat bahwa alam semesta tidak dijadikan secara sekaligus, melainkan secara berangsur-angsur menuju kesempurnaan. Disitu, terdapat makna gerak dan perubahan.
Islam menolak konsep lama yang mengatakan bahwa islam ini statis. Islam mempertahankan konsep dinamisme dan mengakui adanya gerak dan perubahan dalam hidup masyarakat manusia. Konsep yang dipakai dalam gerak dan perubahan itu ialah ijtihad sebagaimana menurut Iqbal. Oleh karena itu, adanya ijtihad mempunyai kedudukan penting bagi pembaruan dalam Islam.
Saya juga sependapat bahwa dalam sebuah pemerintahan atau satu negara, diikat oleh nasionalisme. Semua rakyat diberi kebebasan untuk beragama. Didalam Islampun demikian, kita tidak dituntut untuk harus mengikuti suatu agama tertentu. Manusia diberi kebebasan untuk memilih agama mana saja yang dipercayai. Hanya saja didalam islam mengajarkan bahwa hanya orang-orang yang teguh dan konsisten dalam agama islamlah yang akan selamat dikehidupan setelah dunia berakhir.
Seperti halnya Ali Jinnah, sayapun tidak sependapat bahwa kepentingan suatu agama diikat oleh undang-undang, untuk memperoleh satu pandangan. Karena sampai kapanpun agama islam tidak akan sependapat dengan pandangan agama lain, begitupun sebaliknya. Didalam Alquran pun sudah dinyatakan bahwa orang-orang selain islam atau yahudi dan nasrani tidak akan pernah ridha sampai umat islam mau mengikuti mereka. Apalagi yang memegang kendali roda pemerintahan adalah orang-orang yang non-islam, maka perlahan tapi pasti mereka akan menghancurkan umat islam dari suatu negara atau pemerintahan tersebut.
Saya juga sepemikiran dengan Al-Maududi, bahwa besar pengaruh kurtur dan budaya suatu agama akan meminimalisir keadaan sebelumnya. Di Indonesia mayoritas penganut agama Islam, yang roda pemerintahannya dikendalikan oleh orang-orang islam itu sendiri, seyogianya membuat satu undang-undang yang menolak simtem westernisasi yang diadopsi dari budaya-budaya barat.

























BAB III
 PENUTUP

Kesimpulan

Ketika membicarakan pembaruan yang dilakukan oleh para pembaru sebelumnya. Pemikiran pembaruan dimulai oleh Syah waliyullah pada akhir abad ke-18 dilanjutkan oleh Sayyid Ahmad Khan, kemudian Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah beberapa dekade berikutnya, yang kemudian menimbulkan negara Pakistan pada abad ke-20.
Mengingat sejarah perkembangan di India, pembentukan negara tersendiri bagi umat Islam India, adalahsuatu kemestian. Setelah jatuhnya Kerajaan Mughal, umat Islam yang merupakan minoritas di India sadar bahwa kedudukan dan wwujud mereka senantiasa terancam. Inilah yang dirasakan oleh para pembaru India, terutama Ali Jinnah. Para pembaru di India harus diakui mempunyai peranan yang sangat penting bagi pemunculan negara Pakistan. Harus diakui bahwa ide-ide pembaruan yang dilontarkan oleh para pembaru, seperti Ahmad Khan, Amir Ali, Iqbal sangat membantu bagi usaha-usaha Jinnah dalam menggerkkan umat Islam India yang pada abad lalu masih merupakan masyarakat yang berada dalam kemunduran,kemudian dapat diubah menjadi masyarakat yang berpikir sehingga mampu untuk mempunyai wilayah dan pemerintahan Islam tersendiri, yaitu negara Pakistan.
Dengan segala kegigihannya dan keberaniannya, ia terus berusaha mewujudkan suatu koloni Islam yang diikat dalam suatu pemerintahan Islam mandiri dan terbebas dari intervensi pihak manapun. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa Jinnah merupakan tokoh penentu tentang kebangkitan Islam di India. Oleh karena itu, wajarlah jika Jinnah dijuluki sebagai “Bapak Pendiri Pakistan”.







DAFTAR PUSTAKA

Syaukani, Ahmad. 2001.  Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam. CV Pustaka Setia: Bandung
Munif, Achmad. 2007. 50 Tokoh Politik Legendaris Dunia. Penerbit Narasi: Yogyakarta
Ali, Mukti. 1998.  Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan. Mizan: Bandung
Nasution, Harun. 1975.  Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Bulan Bintang: Jakarta
Wibisono, Fattah. 2009.  Pemikiran Para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam. Rabbani Press: Jakarta
Musyrifa. 2010. Peranan Muhammad Ali Jinnah dalam Mendirikan Negara Republik Islam Pakistan, Skripsi: Fak. Ilmu Sosial dan Politik
“Kongres Nasional India”,http://id.wikipedia.org/wiki/Kongres_Nasional_India
http://ervinasellyrusliani.blogspot.com/2011/12/muhammad-ali-jinah-al-maududi.html
Nasution, Harun, Prof.Dr. 2011. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang: Jakarta
arifrahmanlubis.files.wordpress.com/2008/.../abul-ala-al-maudidi-biograpy.pdf
http://asramhusuna.blogspot.com/2012/01/3-tokoh-pembaharu-islam-pakistan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AMPUN KESUPEN KRITIK DAN SARANNYA...