Makalah
Di Ajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah
Perkembangan Modern Dalam Islam
Judul
Perkembangan Islam Modern Di Mesir
Dosen :
Dr. Hasan’s Mukmin, M.Ag
Dr. Abdul Syukur, M.Ag
Oleh :
RIDWAN SURURI
Npm: 1222010030
Program Ilmu Tarbiyah
Konsentrasi Pendidikan Agama Islam
PROGRAM STUDI ILMU TARBIYAH
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA (PPs)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1434 H/2013 M
KATA PENGANTAR
Alhamduliilahirobbil’alamin, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena sampai detik ini Allah SWT masih bermurah hati memberikan segala karunia-Nya sehangga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Salam sejahtera semoga tetap tercurahkan kedapa Nabi Muhammad SAW sebagai Rahmatan Lil’alamin. Semoga kelak kita menjadi salah satu umatnya yang mendapatkan syafa’at dari beliau. Amin, Ya Robbal’alamin.
Pada kesempatan kali ini panulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik dari segi moril maupun materil dan yang secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai hamba Allah Swt, penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi memperoleh hasil yang lebih baik dikesempatan mendatang.
Lampung, 4 Mei 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..…... 1
A. Latar Belakang …………………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………..…. 2
1. Keadaan Mesir Pra-Modern ……………………………………………………. 2
1. Latar Belakang Sosial Kebudayaan Islam di Mesir ………………………. 2
2. Mesir Pra-Islam ……………………………………………………………... 3
3. Proses Masuknya Islam di Mesir …………………………………………... 3
4. Kairo ................................................................................................................. 5
5. Masa kejayaan Mesir Pra- Modern ………………………………………... 5
2. Sejarah Peradaban Islam Di Mesir Era-Modern……………………………… 6
1. Mesir Pada Permulaan Tahun 1800 hingga sekarang…………………….. 6
2. Tumbuhnya semangat Nasionalisme di Mesir …………………………….. 7
3. Perubahan Sosial Politik Setelah Islam datang di Mesir …………………. 8
4. Kemerdekaan Mesir ………………………………………………………… 9
3. Hasil Peradaban …………………………………………………………………. 10
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat Islam kini menanti hadirnya kembali peradaban Islam sebagaimana yang pernah terjadi pada masa al-Khulafa’ al-Rasyidah sampai masa khilafah Usmaniyah. Dengan kelebihannya dan kekurangan pada saat itu, peradaban Islam berjaya selama kurang lebih 10 abad dari rentang 19 pemerintahan Islam. Tapi semenjak imperalisme Barat mengguras kaum muslim, peradaban Islam seolah sirna dan tanpa jejak. Barat yang sejatinya dibesarkan dan dipengaruhi oleh peradaban Islam juga menafikan semua itu. Implikasinya umat Islam menjadi terjajah dari berbagai aspek kehidupan.
Salah-satu wilayah yang pernah menjadi pusat peradaban Islam sekaligus korban imperialisme adalah adalah kawasan Lembah Nil bagian bawah yang disebut dengan al-Misr (Mesir Modern) yang mempunyai sejarah peradaban dan kebudayaan yang sangat panjang baik itu pra/masa-Islam. Hal ini dapat dijelaskan denngan jejak-jekak peninggalam sejarah maupun pendalaman di bidang sejarah itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
4. Bagaimana keadaan Mesir pra-modern
5. Bagaimana sejarah peradaban islam di mesir era-modern
6. Apa saja hasil-hasil peradaban
BAB II
PEMBAHASAN
A. MESIR PRA-MODERN
1. Latar Belakang Sosial Kebudayaan Islam di Mesir
Mesir merupakan satu-satunya pusat kebudayaan tertua dibenua Afrika yang berasal dari tahun 4000 SM. Berkembangnya kebudayaan Mesir tidak lepas dari pengaruh adanya sungai Nil yang membuat daerah mesir menjadi subur.
Pemerintahan di Mesir kuno dipimpin oleh Fir’aun sebagai Raja yang diperoleh secara turun temurun dan dibagi menjadi beberapa periode atau zaman. Mesir menyimpan banyak sekali peninggalan-peninggalan sejarah yang tak ternilai harganya dan kebudayaan tersebut hanya dapat kita temui di Mesir seperti Piramyd, Spinx, Mummi, dan lain-lain.
Jasa terpenting yang disumbangkan Mesir bagi kemajuan umat Islam adalah hasil kegiatannya dalam bidang pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan. Sejak masa pemerintahan Dinasti Fatimiyah, Mesir khususnya Cairo, telah menjadi pusat intelektual muslim dan kegiatan ilmiah dunia Islam. Pendirian Universitas al-Azhar (universitas tertua di dunia) oleh Jauhar al-Katib as-Siqilli pada tanggal 7 Ramadhan 361 (22 Juni 972) memainkan peranan yang penting dalam sejarah peradaban Islam.
Pada masa selanjutnya, selama berabad-abad universitas itu menjadi pusat pendidikan Islam dan tempat pertemuan puluhan ribu mahasiswa muslim yang datang dari seluruh dunia. Tumbuhnya Mesir sebagai pusat ilmu keislaman didukung oleh para penguasanya yang sepanjang sejarah menaruh minat besar terhadap ilmu pengetahuan.
Seorang khalifah dari Dinasti Fatimiyah, al-Hakim (996-1021) mendirikan Darul Hikmah, yakni pusat pengajaran ilmu kedokteran dan ilmu astronomi. Pada masa inilah muncul Ibnu Yunus (348-399 H./958-1009 M.) seorang astronom besar dan Ibnu Haitam (354-430 H./965-1039 M.) seorang tokoh fisika dan optik. Selain itu ia mendirikan Daar al-'Ilm, suatu perpustakaan yang menyediakan jutaan buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Pada tahun 1013 al-Hakim membentuk Majelis Ilmu (Lembaga Seminar) di istananya, tempat berkumpulnya sejumlah ilmuwan untuk mendiskusikan berbagai cabang ilmu. Kegiatan ilmiah ini ternyata memunculkan sejumlah ilmuwan besar Mesir yang pikiran dan karya-karyanya berpengaruh ke seluruh dunia Islam.
2. Mesir Pra-Islam
Kehidupan sosial masa lalu Afrika Utara adalah sebuah kehidupan masyarakat pedesaan yang bersifat kesukuan, nomad (berpindah-pindah) dan patriarkhi. Ketika daerah ini berada di bawah kekuasaan Romawi, tak pelak pengaruhnya sangat besar bagi masyarakat Barbar. Umumnya mereka dipengaruhi oleh elit kota yang mengadopsi bahasa, gagasan , dan adat istiadat para penguasa. Tetapi elit-elit ini tidak banyak. Selanjutnya, setelah orang-orang Vandal (Barbar) memperoleh kemenangan, pengaruh Romawi di sebagian besar Afrika mulai berhenti, kecuali pengaruh ekonomi, dan peradaban Barbar lama secara bertahap muncul kembali. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada abad 1 H/7 M kehidupan sosial Afrika Utara lebih merupakan kehidupan masyarakat Barbar yang bersifat kesukuan, nomad dan patriarkhi.
Mesir adalah salah-satu kawasan yang berada di Afrika Utara. Afrika Utara merupakan daerah yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam di daratan Eropa. Ia menjadi pintu gerbang masuknya Islam ke wilayah yang selama berabad-abad berada di bawah kekuasaan Kristen sekaligus “benteng pertahanan” Islam untuk wilayah tersebut.
3. Proses Masuknya Islam di Mesir
Mesir adalah sebuah negara Republik di sudut Timur Laut benua Afrika. Negara ini berbatasan dengan Laut Tengah (utara), Laut Merah (timur), Sudan (selatan), dan Libia (barat). Luas daerahnya 1.001.450 km² dengan kelompok etnik terpenting adalah Mesir, Badui dan Nubia. Ibu kota negaranya adalah Kairo dengan bahasa resminya adalah Arab dan pound Mesir sebagai mata uang.
Islam menyentuh wilayah Mesir pada tahun 628 M. Ketika itu Rosulullah SAW mengirimkan surat kepada Gubernur Muqauqis, bawahan kerajaan Ramawi, guna mengajaknya masuk Islam. Surat itu dibalas oleh Muqauqis dengan hadiah dan persembahan, diantaranya gadis Maria Qibthiyyah yang kemudian dinikahi Nabi SAW.
Pada masa kepemimpinan Khalifah ‘Umar bin Khatab, 3000 tentara ‘Amru bin Ash memasuki Mesir dan kemudian diperkuat oleh pasukan Zubair bin Awwam yang berkekuatan 4.000 tentara. Gubernur Muqauqis, yang didukung gereja Koptik, kemudian menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, Mesir menjadi wilayah kekuasaan Islam. Setelah berhasil menduduki Mesir, ‘Amru bin Ash diangkat menjadi Gubernur disana.
Islam masuk wilayah Afrika Utara pada saat daerah itu berada di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi; sebuah imperium yang amat luas yang melingkupi beberapa Negara dan berjenis-jenis bangsa manusia. Masuknya Islam kewilayah Mesir--yang termasuk wilayah Afrika Utara--terjadi dalam beberapa tahapan dan dibawah kepemimpinan yang berbeda pula. Untuk memudahkan kita dalam memahaminya, maka tidak ada salahnya kita klasifikasikan dalam beberapa dekade kepemimpinan, diantaranya :
Pertama, pada masa kekhalifahan Umar ibn al-Khathab. Pada tahun 40 M ‘Amr ibn al-Ash berhasil memasuki Mesir, setelah sebelumnya mendapat ijin bersyarat dar khalifah ‘Umar untuk menaklukkan daerah itu.
Kedua, pada masa kekhalifahan Utsman ibn Affan. Pada masa ini penaklukan Islam sudah meluas sampai ke Barqah dan Tripoli. Penaklukan atas kedua kota itu dimaksudkan untuk menjaga keamanan daerah Mesir. Penaklukan ini tidak bertahan lama, karena gubernur-gubernur Romawi menduduki kembali wilayah-wilayah yang telah ditinggalkan itu.
Ketiga, pada masa Mu’awiyah ibn Abi Sufyan, khalifah pertama daulah Bani Umayyah. Yang dipimpin oleh ‘Uqbah ibn Nafi’ al-Fihri (W. 683 M), yang telah menetap di Barqah sejak daerah itu ditaklukkan. Usaha ini berhasil karena kegigihan dan didukung oleh penduduk asli yang telah miminta pertolangan kaum muslimin atas kekejaman imperium Romawi.
Keempat, pada masa kepemimpinan ‘Uqbah. Akan tetapi pada tahun 683 M orang-orang Islam di Afrika Utara mengalami kemunduran yang hebat, karena pemberontakan orang Barbar dibawah kepemimpinan Kusailah (orang barbar). Sejak saat itu orang-orang Islam harus berhadapan dengan bangsa Romawi sekaligus pemberontakan suku Barbar.
Kelima, pada masa Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M). Namun demikian proses islamisasi belumlah berjalan mulus dikarenakan pemberontakan silih berganti.
Keenam, pada masa kepemimpinan Musa ibn Nusair tahun 708 M pada masa pemerintahan al- Walid ibn Abdul Malik (86-96 H/705-715 M). Yang berhasil mematahkan sekaligus mengantisipasi timbulnya pemberontakan lagi, dengan menerapkan kebijakan “perujukan” yaitu menempatkan orang-orang Barbar kedalam pemerintan Islam. Kebijakan inilah yang medorong terjadinya pembauran antara Arab-Barbar, ditambah lagi dengan mudahnya penyebaran—mudah diterima—paham kaum Khawarij.
Kemunculan tokoh Musa ibn Nushair sebagai ´penakluk yang sesungguhnya” (the true conqueror) atas Afrika Utara bukanlah akhir dari dari segala huru-harayang terjadi di Afrika Utara. Sebab masih banyak episode pergolakan yang terjadi di daerah itu, bahkan hingga masa pemerintahan Daulah Bani Abbas. Hanya saja perubahan sosial dan politik sejak Musa memegang kendali pemerintahan menjadi modal yang sangat besar bagi pembangunan fondasi peradaban Isalm di Afrika utara, khususnya berkaitan dengan kebijakan islamisasinya. Disinilah peniting dan pengaruh dua unsur-unsur pembentuk peradaban/kebudayaan yaitu, The Man of The Pen dan The Man of The Sword, seperti telah kita bahas di atas.
4. Kairo
Kota Kairo dibangun pada tanggal 17 Sya’ban 358 H/969 M oleh panglima perang dinasti Fathimiah yang beraliran Syi’ah, Jawhar al-Siqili, atas perintah Khalifah Fathimiyah, al-Mu’izz Lidinillah (953-975), sebagai ibu kota kerajaan dinasti tersebut. Bentuk kota ini hampir merupakan segi empat. Di sekelilingnya dibangun pagar tembok besar dan tinggi, yang sampai sekarang masih ditemui peninggalannya. Pagar tembok ini memanjang dari Masjid ibn Thulun sampai ke Qal’at al-Jabal, memanjang dari Jabal al-Muqattam sampai ke tepi sungai Nil. Daerah-daerah yang dilalui oleh dinding ini sekarang disebut al-Husainiyah, Bab al-Luk, Syibra, dan Ahya Bulaq.
5. Masa kejayaan Mesir Pra- Modern
Kota yang terletak di tepi sungai Nil ini mengalami tiga kali masa kejayaan sebelum memasuki fase modern, pertama masa dinasti Fathimiah, kedua pada masa dinasti Ayyubiyah, dan yang ketiga pada masa dinasti Mamluk 1259-1517.
B. SEJARAH PERADABAN ISLAM DI MESIR ERA-MODERN
Berbicara tentang sejarah peradaban dan kebudayaan Mesir pada Era Modern memang selalu menarik perhatian dan minat orang banyak, karena kota ini merupakan simbol peradaban yang ada di dunia dengan berbagai fase dan keragamannya. Namun untuk memulai fase peradaban Islam di Mesir pada Era Modern kita akan mengalami kesulitan untuk menentukan batas permulaan dan akhir dari pembahasan. Ada yang mengatakan Mesir memulai era-modern pada masa Muhammad Ali Pasha (w. 1848) dan cucunya Ismail Pasha (1863-1879) Sejak itu, tidak sedikit putra-putra terbaik Sungai Nil dikirim ke Eropa, tetapi alasan tersebut juga telah dilaksanakan pada masa Muhammad Ali. Namun demikian, disni kita akan mengetahui fase-fase yang dilalui Mesir pasca dinasti Fathimiyah, Ayyubiyah, Mamluk, dan akhir kekuasaan Ottoman. Akan tetapi sebagian besar berpendapat bahwa masa modern di mulai pada tahun 1800 hingga sekarang.
1. Mesir Pada Permulaan Tahun 1800 hingga sekarang
Pada akhir abad ke delapan belas lapangan politik mesir ditandai dengan kemunculan dua orang tokoh yaitu, Ali Bey al-Kabir yang mewakili Mamluk dan Abu al-Dhab (1772-1775) yang mewakili Ottoman, selanjutnya diteruskan oleh Ibrahim Bey yang ditandai dengan pergolakan yang hebat dalam mendapatkan kekuasaan diantara orang-orang Mamluk. Namun demikian pemerintahan tetap berlanjut hingga Mesir diserbu oleh Bonaparte pada bulan juli 1798 M.
Ekspedisi Perancis ke Mesir (1798-1801) merupakan serangkaian rencana lama untuk menghubungkan laut Merah dan Laut Tengah demi kepentingan ekonomi dan politik, sejak masa Louis XIV. Namun baru tercapai pada tahun 1798 atas jasa ekpedisi yang dipimpin oleh Bonaparte. Berbagai usaha telah dilakukan olehnya dalam mendapatkan simpati pribumi, tetapi tetap gagal karena mereka dipandang kafir oleh pribumi. Bahkan mereka terus mendapatkan perlawanan dari berbagai pihak, termasuk juga perlawanan dari Inggris yang disebabkan kepentingan untuk menjaga status quo kawasannya. Jadi, masa ekspedisi yang bertahan selama 3 tahun 3 bulan ini mendapatkan perlawan dari orang-orang Mesir yang dibantu oleh Turki, Mamluk, dan juga Inggris yang memaksa Prancis untuk mengangkat kakinya dari mesir. Namun Semikian, ekspedisi ini telah memberi pengaruh yang begitu besar baik itu positif maupun negatif. Pengaruh positif dapat dirasakan dengan timbulnya semangat nasional di Mesir, sedangkan pengaruh negatifnya adalah “memperlihatkan ketidakseimbangan sistem militer dan administrasi Ottoman yang merupakan pendorong Negara-negara kuat Eropa untuk menguasai Negara-negara di Timur dekat”.
Pada tahun 1801-1805 Mesir bebas dari pengaruh luar (Eropa) namun pergolakan antara Mamluk dan Ottoman terus berlanjut (bahkan Inggris tidak mampu menyatukan keduanya). Selanjutnya adalah masa kekuasaan Muhammad Ali—berserta cucunya (monarchi)—yang memiliki kesadaran untuk mereorganisasi pemerintahan, pendidikan dan angkatan perang militer yang modern. Karena, ia berpendapat bahwa keberhasilannya dalam mengkonsolidasi pemerintahan tidak bergantung pada kepercayaan rakyat, bantuan dari Sultan ataupun kejasama dengan Mamluk.
Sejak pembukaan terusan Suez pada tahun 1869 M Inggris ingin menguasai Mesir, menyadari bahwa jalur ini sudah menjadi jalur terdekat menuju ke negara besarnya di Timur. Dan Inggris tidak rela untuk membiarkan Mesir jatuh ke tangan negara besar Eropa yang lain. Hal ini berjalan mulus dengan ditandatanganinya perjajian Entente Corsiale (perjanjian lunak) antara Inggris dan Prancis yang menguntungkan kedua belah pihak, namun lain halnya dengan kenyataan yang diterima Mesir khususnya—dijajah Inggris—dan kawasan Afrika pada umumnya.
2. Tumbuhnya semangat Nasionalisme di Mesir
Benih-benih nasionalisme telah muncul semenjak Mesir berada di bawah kekuasaan Ottoman, kemunculan ini di dorong oleh penderitaan yang masyarakat rasakan, hingga akhirnya mereka menyadari dan menyatakan baik rasa nasional mereka maupun dendam terhadap negara-negara besar Eropa yang kemudian menguasai negara-negara mereka. Selain itu, kebangkitan semanagat nasionalisme juga didukung oleh berbagai faktor, diantaranya :
• Pengaruh Revolusi Prancis, ini semua semakin dirasakan dengan didirikannya pabrik kertas di Cairo oleh Napoleon.
• Kebangkitan kebudayaan Arab
• Renaissaince bangsa Mesir, ditandai dengan kemajuan sastra pada masa pemerintahan Ismail (1863-1879) yang didukung oleh perkembangan sekolah-sekolah dan keinginan untuk menjadikan Mesir sebagai bagian dari Eropa. Namun keinginan ini tidak berjalan begitu saja karena banyak yang menentang diantaranya “Jamaluddin al-Afghani” yang menyuarakan perlawanan kepada kekuatan asing dan pemerintahan Ismail dalam mempertahankan hak-hak bangsa Mesir.
• Kemunculan syair-syair yang bernuasa nasionalisme, dll.
3. Perubahan Sosial Politik Setelah Islam datang di Mesir
Setelah Mesir menjadi salah satu bagian Islam, Mesir tumbuh dengan mengambil peranan yang sangat sentral sebagaimana peran-peran sejarah kemanusiaan yang dilakoninya pada masa yang lalu, misalnya :
1. Menjadi sentral pengembangan Islam di wilayah Afrika, bahkan menjadi batu loncatan pengembangan Islam di Eropa lewat selat Gibraltar (Aljazair dan Tunisia).
2. Menjadi kekuatan Islam di Afrika, kekuatan militer dan ekonomi.
3. Pengembangan Islam di Mesir merupakan napak tilas terhadap sejarah Islam pada masa Nabi Musa yang mempunyai peranan penting dalam sejarah kenabian.
4. Menjadi wilayah penentu dalam pergulatan perpolitikan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah peralihan kekuasaan dari Khulafaur Rasyidin kepada Daulat Bani Umaiyah dengan tergusurnya Ali Bin Abi Thalib dalam peristiwa “Majlis Tahkim”.
Bagaimanapun Mesir adalah sebuah tempat yang sarat dengan peran politik dan kesejarahan. Bagaimana tidak, nampaknya Mesir dilahirkan untuk selalu dapat berperan dan memberikan sumbangan terhadap perjalanan sejarah Islam itu sendiri. Dari segi ekonomi dan politik, ia memberikan sumbangan yang cukup besar terutama sektor perdagangan dan pelabuhan Iskandariyah yang memang sejak kerajaan Romawi Timur merupakan pelabuhan yang ramai. Sedangkan dari segi pembangunan hukum Islam, Mesir merupakan daerah yang ikut melahirkan bentuk dan aliran hukum Islam terutama dengan kehadiran Imam Syafi’i, yang hukum-hukumnya sangat kita kenal.
Setelah kehancuran kerajaan Islam di Bagdad, Mesir tampil dengan format perpolitikan yang baru, yang berkembang bersama kerajaan Daulat Fatimiyah. Kerajaan Daulat Bani Fathimiyah adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam, yaitu Daulat Safawiyah di Parsi dan Kerajaan Moghul di India, pasca kejayaan Islam pada masa Daulat Bani Abasiyah di Bagdad dan Bani Umaiyah di Spanyol. Kehadiran Mesir bersama Daulat Bani Fathimiyah yang didirikan oleh aliran/sekte Syi’ah (kerajaan Syi’ah) telah memberikan isyarat adanya kekuatan Islam di saat Islam mengalami kemunduran. Statemen tersebut bukanlah sebuah apologi, karena bukti-bukti eksistensi kerajaan tersebut sampai saat ini masih dapat kita jumpai, misalnya berdirinya Universitas Al-Azhar yang didirikan oleh Nizamul Mulk sebagai pusat kajian keilmuan Islam.
4. Kemerdekaan Mesir
Akhir Perang Dunia Pertama telah mendatangkan revival semangat nasionalistik di Mesir yang mencapai titik kulminasi dalam sebuah revolusi tahun 1919. Revolusi ini bertujuan untuk mendapatkan kemerdekaan Mesir dan pembentukan lembaga konstitusional pemerintah. Akhirnya melalui Deklarasi tanggal 28 Februari inggris memberi kemerdekaan kepada Mesir dan setelah itu dperboleh memasuki Liga Bangsa-Bangsa.
Namun di sana masih terdapat empat buah tuntutan syarat tak terbatas yang menjadi penghalang bagi kemajuan negara. Diantaranya : Sudan, tentara dan para ahli teknik Inggris di zona terusan suez, dan konsensi-konsensi asing di Mesir. Dalam rangka menyelesaikan permasalah tersebut diadakanlah negoisasi-negoisasi Anglo—Mesir sebagai tindak lanjut dari konstitusi baru tahun 1924 yang tidak memuaskan, adapun tujuan dari negaoisasi ini adalah untuk menyelesaikan permasalahan Sudan dan mendesak penarikan tentara-tentara Inggris dari Zona Suez. Akan tetapi usaha ini hingga berakhinya negoisasi tidak membuahkan hasil yang memuaskan sama seperti usaha-usaha sebelumnya, malahan pada bulan Oktober 1951 terjadilah permusuhan dalam bentuk militer. Pada titik ini kudeta militer pada bulan Juli 1952 merupakan manifestasi kesadaran nasional.
Pada era Modern, dapat kita simpulkan bahwa Mesir banyak mengalami gejolak dalam rangkan mendapatkan kebebasan/kemerdekaan. Diantaranya :
• 1922 inggris menyatakan akhir kekuasaannya atas Mesir dan menyetujui Ahmad Fuad menjadi Raja Mesir.
• 1923 keluarnya konstitusi Mesir, yang mempunyai tiga kekuasaan : Pertama, kekuasaan eksekutif oleh raja dan menteri-menteri; kedua, kekuasaan legislative, oleh parlemen; dan ketiga, kekuasaan kehakiman di bawah undang-undang.
• 1952 Mesir menjadi Republik;
• 1958, Mesir dan Syiria menjadi Republik Arab Persatuan;
• 1961, Mesir; kembali bersiri sendiri, sebagai Republik Mesir.
Demikianlah pembahasan tentang sejarah perjalanan Mesir hingga mencapai kemerdekaan. Pembahasan akan dibatasi hingga periode ini saja, walaupun mesir masih banyak mengalami gejolak dan perkembangan lainnya. Point penting yang harus kita garis bawahi adalah tercapainya kemerdekaan Mesir sebagai negara yang berdaulat, berdiri sendiri dan terlepas dari intervensi asing.
C. HASIL-HASIL PERADABAN
a) Masa Muhammad Ali
1) Bidang militer: Pembentukan pasukan perang laut, Mendirikan sekolah militer, pengiriman pemuda de Itali untuk mempelajari kemiliteran.
2) Bidang sosial masyarakat: Mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit, perpindahan orang-orang asing ke Mesir.
3) Bidang Ekonomi: Kebijaksanaan ekonomi berdasarkan atas kemajuan revolusi industri, pengolahan kapas pertama di Mesir, modal (capital) asing masuk Mesir.
4) Bidang teknologi/pendidikan: Mengirimkan sebuah misi ke Inggris untuk mempelajari makanika, gerakan revivalisme dalam ilmu pengtahuan dan sastra (leteratur).
5) Bidang politik dan ketatanegaraan: Berkembangnya interaksi antara Mesir dan Eropa, mempermudah komunikasi antara Barat-Timur dengan membuka kembali jalan melalui daratan selama abad 19, aaaaaa Diterapkannya system Monarch.
b) Terusan Suez pada masa penjajahan (namun telah di mulai sejak dulu)
c) Pra dan masa kemerdekaan/Mesir modern
Perkembangan perhatian pendidikan kaum wanita, aktivitas-aktivitas sosial penganut perjuangan kaum wanita, pusat-pusat sosisal, undang-undang reformasi tanah, eksploitasi sumber-sumber alam, partisipasi dalam organisasi internasional dan dewan nasional (begitu juga kaum wanitanya).
d) Dewasa ini
Dalam perundang-undangan kontemporer
(1) UU. Hukum Pidana (2) UU. Perdata (3) UU. Hukum Acara Perdata dan Dagang (4) UU. Acara Pidana (5) UU. Hukum Syar’I lainnya.
Selain Undang-undang tersebut di atas di Mesir dikodifisir pula hukum-hukum sebagai berikut : (a) UU. Mawaris tahun 1934 (b)UU. Tentang wakaf, tahun 1946, tahun 1852, tahun 1960 (c) UU. Tentang wasiat, tahun 1946.
e) Perpustakaan Iskandariah, Ufuk Baru Peradaban Mesir
Gedung ini terdiri dari 3 bangunan utama :
Pertama, ruang konferensi, terletak di sebelah gedung perpustakaan utama, yang dirancang sejak tahun 1991. Ruang konferensi ini terdiri dari 3 aula. Aula utama berkapasitas 1700 tempat duduk, seluas 5 ribu meter persegi. Di sebelahnya terdapat dua aula yang lebih kecil, masing-masing memuat 300 dan 400 orang.
Kedua, planetarium. Bangunan berbentuk bola ini terletak di depan gedung perpustakaan, menempati posisi paling dekat ke jalan raya. Bangunan bundar ini berdiameter 18 meter, dalam posisi mengangkang di atas tanah. Di bawah planetarium ini terdapat sebuah musium kecil, yaitu musium Sejarah Ilmu Pengetahuan (Mathaf tarikh al ‘ulum).
Ketiga, gedung perpustakaan. Sang arsitek nampaknya sangat memahami bahwa gedung perpustakaan ini, akan menjadi simbol kebesaran peradaban Mesir Kuno di era modern ini. Gedung utama perpustakaan berbentuk setengah bulat, persis silinder, menghadap ke laut tengah. Bentuk ini menandakan bola matahari yang sedang terbit di ufuk timur. Konon, bentuk seperti ini dianggap suci oleh para pembesar Mesir Kuno.
Pada saat diresmikan, jumlah buku yang tersimpan dalam perpustakaan adalah 250 ribu buah. “Beberapa tahun ke depan, kami menargetkan jumlah hingga 4 juta buah”, kata Dr. Ismail Seradjuddin. Daya tampung perputakaan ini adalah 8 juta buah buku. Dari jumlah itu, terdapat sekitar 120 ribu buku-buku klasik, yang termasuk kategori sangat langka. Jumlah manuskrip-manuskrip kuno yang langka adalah 50 ribu buah, dan juga 50 ribu peta.
f) Dalam bidang sosial kemasyarakatan
“ ISLAM di Mesir berwajah Suni, berdarah Syiah, berhati Koptik, dan bertulang peradaban Firaun”, kata tokoh terkemuka Kristen Koptik, Dr Milad Hana, dalam sebuah bukunya berjudul Qabûlul Âkhâr (menyongsong yang lain). Pernyataan pemikir asal Mesir di atas sedikit banyak menggambarkan wujud dan perjalanan pluralisme di Negeri Piramid ini. Hal ini dapat menjelaskan bahwa masyarakat Mesir dewasa ini merupakan masyarakat yang beraneka ragam, majmuk, dan unik.
g) Tren Islam Masa Kini di Mesir
Berbicara tentang sejarah peradaban dan kebudayaan Mesir pada Era Modern memang selalu menarik perhatian dan minat orang banyak, karena kota ini merupakan simbol peradaban yang ada di dunia dengan berbagai fase dan keragamannya.
Seperti yang kita ketahui Mesir terkenal dengan peradaban kuno dan beberapa monumen kuno termegah di dunia, misalnya Piramid, Spinx, Kuil Karnak dan Lembah Raja serta Kuil Ramses. Di Luxor, sebuah kota di wilayah selatan, sebuah kota modern yang terletak di kedua tepi timur dan barat Sungai Nil di Mesir bagian utara, terdapat kira-kira artefak kuno yang mencakup sekitar 65% artefak kuno di seluruh dunia. Inilah yang menjadikan di masa kini, Mesir diakui secara luas sebagai pusat budaya dan politikal utama di wilayah Arab dan Timur Tengah.
Sensus penduduk menurut Wikipedia yang terakhir diambil pada 2004, menulis penduduk mesir sebanyak 76.117.420 dan diprediksikan pada tahun 2005 sebanyak 77.505.756. Hampir seluruh populasi terpusat di sepanjang Sungai Nil, terutama Iskandariyah dan Kairo, dan sepanjang Delta Nil dan dekat Terusan Suez. 90% dari penduduk Mesir adalah penganut Islam, mayoritas Sunni dan sebagian juga menganut ajaran Sufi lokal. Sekitar 10% penduduk Mesir menganut agama Kristen; 78% dalam denominasi Koptik (Koptik Ortodoks, Katolik Koptik, dan Protestan Koptik).
Ada pernyataan yang cukup menarik dari tokoh terkemuka Kristen Koptik, Dr Milad Hana. Beliau mengatakan bahwa ISLAM di Mesir berwajah Suni, berdarah Syiah, berhati Koptik, dan bertulang peradaban Firaun. Pernyataan itu termuat dalam sebuah bukunya berjudul Qabûlul Âkhâr (menyongsong yang lain). Pernyataan pemikir asal Mesir di atas sedikit banyak menggambarkan wujud dan perjalanan pluralisme di Negeri Piramid ini. Hal ini dapat menjelaskan bahwa masyarakat Mesir dewasa ini merupakan masyarakat yang beraneka ragam, majmuk, dan unik.
Agama memiliki peranan besar dalam kehidupan di Mesir. Secara tak resmi, adzan yang dikumandangkan lima kali sehari menjadi penentu berbagai kegiatan. Kairo juga dikenal dengan berbagai menara masjid dan gereja. Menurut konstitusi Mesir, semua perundang-undangan harus sesuai dengan hukum Islam. Negara mengakui mazhab Hanafi. Imam dilatih di sekolah keahlian untuk imam dan di Universities Al-Azhar, yang memiliki komite untuk memberikan fatwa untuk masalah agama.
Dalam dua puluh tahun terakhir, Mesir telah menyaksikan munculnya fenomena Islam yang universal di mana manifestasinya jelas tampak dalam banyak aspek yang dilakukan oleh masyarakat Mesir.
Tren Islam di Mesir, pada kenyataannya, tampaknya lebih luas dan kompleks daripada definisi singkat ini. Setidaknya ada empat sub-fenomena yang mewakili gerakan ini, dengan segala dampaknya yang besar dalam masyarakat. Empat fenomena itu adalah:
1. Al-Azhar yang berada di garis terdepan dengan semua fakultas dan lembaga-lembaga selain Kementerian Wakaf termasuk pemerintah, puluhan ribu masjid di seluruh negeri dan proyek-proyek ekonomi dan sosial.
2. Fenomena tasawuf yang kembali datang. Saat ini di Mesir terdapat hampir 10 juta orang sebagai anggota biasa. Kegiatan sufi Mesir tunduk pada UU No 118 tahun 1976, dan dikelola oleh Dewan Tertinggi Sufi yang terdiri dari sepuluh anggota.
Fenomena tasawuf Mesir terhadap politik dalam beberapa dekade terakhir tampaknya sangat kompleks. Di satu sisi, golongan sufi mengaku lebih tertarik dengan urusan non-duniawi, namun di sisi lain, golongan sufi Mesir cukup banyak terlibat dalam urusan politik, terutama dalam periode saat ini, dengan menunjukkan dukungan bagi partai yang berkuasa.
3. Salafi adalah fenomena konservatif-sosial dan keagamaan yang sepenuhnya menolak untuk terlibat dalam kegiatan politik. Para individunya terutama mencari reformasi keagamaan dan ketaatan terhadap semua yang ditinggalkan oleh para pendahulu yang saleh dan memerangi segala yang bernama Bid’ah.
Salafisme adalah sebuah fenomena keagamaan lama di Mesir, sejak awal abad ke-20. Kaum Salafi, baik di masa lalu atau sekarang, selalu menjauhkan diri dari praktik politik. Belum ditetapkan organisasi apapun berdasarkan kriteria politik.
Tidak ada keraguan bahwa Salafisme telah merebak luas di Mesir. Ditandai dengan banyaknya perempuan yangmemakai gamis jubah terselubung, atau meningkatnya jumlah masjid milik anggota Salafi, serta peningkatan jumlah dai Salafi, baik di masjid-masjid dan di saluran TV. Salafisme, dalam beberapa waktu terakhir, masih mempengaruhi dan menarik segmen besar di Mesir.
4. Fenomena keempat yang merupakan yang paling terkenal dari gerakan-gerakan Islam, adalah kelompok sosial-politik yang moderat dan menentang kekerasan dalam gerakan sosial dan politik, dan dipimpin oleh Ikhwanul Muslimin.
Mesir telah menyaksikan satu dekade yang lalu, sejumlah kekerasan kelompok-kelompok militan Islam yang mengandalkan angkatan bersenjata sebagai satu-satunya cara untuk menegakkan konsepsi yang berkaitan dengan ide-ide politik Islam. Semuanya kemudian dibalikkan oleh Ikhwanul Muslimin, namun masih mempunyai banyak benang
merah yang menyatukan ketiga fenomena sebelumnya di atas.
Berdasarkan keterangan diatas dapat kita lihat ada perkembangan tren keislaman sejak islam masuk sampai sekarang. Dewasa ini islam lebih berefek sangat besar dalam kehidupan sehari-hari bagi warga mesir.
BAB III
KESIMPULAN
Pakta sejarah di atas telah membuktikan bahwa Imperium Islam telah berhasil membentangkan pengaruhnya dan meninggalakan jejak peradaban yang gilang gemilang.
Maka pemahaman akan Islam yang pincang dengan memandangnya sebatas “keberhasilan Invansi” hanya pernyataan yang mengada-ngada dan sebuah kebohogan besar yang mengatasnamakan kebenaran, karena persepsi itu telah terbantahkan dengan adanya sumbangan peradaban Islam yang begitu besar bagi umat manusia. Dan perlu kita segarkan kembali ingatan kita, bahwa peradaban/kebudayaan tidak akan terwujud hanya dengan invansi (the of the sword) saja. Akan tetapi, peradaban/kebudayaan itu akan terwujud dengan adanya penyelarasan (sinkronisasi) antara kedua unsur dominan, yaitu : Man of The Pen dan The Man of The Sword.
Daftar Pustaka
Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012),
Dr. Badri Yatim. MA, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), (Jakarta : Rajawali Perss, PT Rajagarafindo Persada, 2006
Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Bandung: Kota Kembang, Pustaka)
Muhammad Syafi’i Antonio, Ensiklopedia Peradapan Islam Kairo, (Jakarta: Tazkia, 2012)
Rachmat Djatnika, dkk, Perkembangan Ilmu Fiqih di Dunia Islam, (Bumi Aksara : 1992)
Tim Penulis, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta : LESFI, 2004)
http://www.eramuslim.com/berita/bc2/8214192116-dr.-hamid-fahmy-zarkasyi-ma-mphil-sejarah-islam-perlu-dipaparkan-dengan-jujur.
http://www.freelists.org/archives/ppi/04-2013/msg00221.html
http// tege-peace-love-blogspot.com/2013/03/18. Peradaban. Mesir. Html.
Maulansyah, Sejarah Peradaban Dan Kebudayaan Islam Di Mesir Era-Modern, http://syafaeny.blogspot.com/2012/04/sejarah-peradaban-dan-kebudayaan-islam.html
Maulansyah, Sejarah Peradaban Dan Kebudayaan Islam Di Mesir Era-Modern, http://syafaeny.blogspot.com/2012/04/sejarah-peradaban-dan-kebudayaan-islam.html Admin, Mesir, http://id.wikipedia.org/wiki/Mesir,
Ikhwan, Empat fenomena di Mesir, http://www.eramuslim.com/berita/gerakan-dakwah/empat-fenomena-islam-di-mesir.htm#.UUkcUDe85yw,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AMPUN KESUPEN KRITIK DAN SARANNYA...