A. Pendahuluan
Pendidikan dapat ditinjau dari dua
segi. Pertama pendidikan dari sudut pandangan masyrakat dimana
pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda
yang bertujuan agar hidup masyarakat tetap berlanjut, atau dengan kata lain
agar suatu masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang senantiasa tersalurkan
dari generasi ke generasi dan senantiasa terpelihara dan tetap eksis dari zaman
ke zaman. Kedua pendidikan dari sudut pandang individu dimana pendidikan
berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi dalam diri
setipa individu sebab individu bagaikan lautan yang penuh dengan keindahan yang
tidak tampak, itu dikarenakan terpendam di dasar laut yang paling dalam.
Keindahan-keindahan yang terpendam tersebut perlu untuk ditampakkan kepermukaan
laut sehingga dapat dirasakan keberadaannya. Dalam diri setiap manusia memiliki
pelbagai bakat dan kemampuan yang apabila dapat dipergunakan dengan baik,
maka akan berubah menjadi intan dan permata yang keindahannya dapat dinikmati
oleh banyak orang dengan kata lain bahwa setiap individu yang terdidik akan
bermanfaat bagi manusia lainnya.[1]
Dari kedua sudut pandang pendidikan
di atas kemudian datanglah Islam yang secara komprehensif memadukan kedua sisi
bentuk pendidikan yang berlandasakn al-Qur'an dan as-Sunnah, dimana Islam
mendidik individu menjadi manusia yang beriman, berakhlak yang mulia dan
beradab yang kemudian melahirkan masyarakat yang bermartabat, teori ini
didasarkan pada firman Allah:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ
كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا
قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Terjemahnnya:
Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.[2]
Ayat di atas menunjukkan bahwa
tidaklah sepantasnya seluruh individu orang-orang yang beriman (muslim)
berangkat kemedan perang untuk memerangi kaum Kuffar dengan menggunakan
senjata, akan tetapi hendaknya terdapat salah seorang diantar setiap golongan
mencari pendidikan yang layak agar kembali kepada masyarakatnya dan mendidik
mereka agar senantiasa menjaga diri mereka dan keluarga mereka dari jilatan api
Neraka.
Selain itu Rasulullah Saw juga
menegaskan bahwa setiap individu muslim baik pria maupun wanita berkewajiban
mengenyam pendidikan yang layak dan baik, sebagaiman yang disabdakan
oleh beliau Saw:
عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِم
Terjemahannya:
Dari Anas
bin Malik beliau berkata: Rasulullah Saw bersabda: Menuntut ilmu adalah
kewjiban bagi setiap individu muslim. (H.R Ibnu Majah)[3]
Berdasarkan tinjauan di atas, maka
penulis dalam makalah ini berusaha untuk mengupas secara tah}li>ly
kandungan matan suatu hadis yang berhubungan dengan tujuan pendidikan yakni,
Sabda Rasulullah Saw:
مَنْ سَلَكَ
طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى
الْجَنَّةِ
Terjemahannya:
Barang siapa
yang meniti jalan untuk mencaari ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan
menuju surga.
Dari uaraian di atas, terdapat
beberapa problematika yang selanjutnya akan penulis bahas pada makalah
ini, yaitu; Bagaimanakah kualitas sanad dan matan dari hadis tersebut ?; apa
tujuan pendidikan yang terkandung pada hadis tersebut?.
B.
Takhrij, Susunan Sanad dan Matan Hadits
Berdasarkan hasil penelusuran dengan
menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahrath li Alfadh al-Hadith al-Nabawiy melalui
lafal سَلَكَ[4] dan لَمَسَ[5] ditemukan
petunjuk bahwa hadis tersebut terdapat dalam beberapa kitab hadis diantaranya:
1. Al-Bukhary
dalam Shahih al-Jami’ Kitab; ‘Ilm Bab. Al-‘Ilmu Qabla al-Qauli wa
al-‘Amali.
2. Muslim dalam
Shahih, Kitab; al-Dhikr Bab; Fad}l al-Ijtima’ ‘Ala Tilawat
al-Qur-an wa ‘Ala al-Dhikr, No. Hadis; 38 (2699).
3. Abu Dawud,
dalam Sunan Abu Dawud, Kitab; al-‘Ilm, Bab; al-Hatstsu ‘Ala
Talab al-‘Ilm, No. Hadis; 3643.
4. Al-Tirmidhy
dalam Sunan, Kitab; al-‘Ilm, Bab; Ma Ja-a fi Fadhl al-Fiqh
‘Ala al-‘Ibadah, No. Hadis; 2682, dan Kitab; al-Qira-at, Bab; Ma Ja-a
Anna al-Qur-an Unzila ‘Ala Sab’at Ahruf, Bab Minhu, No. Hadis;
2945.
5. Ibn Majah, Sunan,
Muqaddimah, Bab; Fad}l al-‘Ilm wa al-Hatstsu ‘Ala Thalab al-‘Ilm.
No. Hadis; 223, dan 225
Berdasarkan hasil temuan di atas,
berikutnya penulis akan menyusun sanad dan matan hadis sesuai dengan urutan mukharrij,
hal ini dilakukan untuk mempermudah proses studi terhadap sanad dan
kandungan matan (redaksi) hadis. Pada bagian lain matan hadis yang akan
ditampilkan pada susunan sanad dan matan hadis hanyalah matan hadis yang sesuai
dan semakna dengan matan hadis yang telah disebutkan pada bagian pendahuluan
mengingat bahwa diantara redaksi hadis tersebut merupakan bagian dari hadis
yang panjang (ahadits al-thiwal). Berikut susunan sanad dan redaksi
hadis;
1. Redaksi dari
Shahih al-Jami’ karya al-Bukhary
Terjemahannya:
Dan
barangsiapa yang meniti jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah Swt akan
memudhkan baginya jalan menuju surga.
2. Redaksi
dari Shahih Muslim
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ الْهَمْدَانِيُّ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى قَالَ يَحْيَى
أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ
عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ... وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا
سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة...[7]
Terjemahannya:
Telah
disampaikan kepada kami oleh Yahya bin Yahya al-Tamimy dan Abu Bakar bin Aby
Shaibah dan Muhammad bin al-‘Ala al-Hamadany dan lafadh milik Yahya, Yahya
berkata telah diberitahukan kepada kami, dan dua lainnya (Ibn Aby Shaibah dan
al-Hamadany) berkata telah disampaikan kepada kami oleh Mu’awiyah dari
al-A’masy dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah Saw
bersabda: ….Barangsiapa yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan
memudahan baginya jalan menuju surga…
3. Redaksi dari
Sunan Abu Dawud
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا مِنْ رَجُلٍ يَسْلُكُ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا إِلَّا
سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقَ الْجَنَّةِ...[8]
Terjemahannya:
Telah
disampaikan kepada kami oleh Ahmad bin Yunus, telah disampaikan kepada kami
oleh Zaidah dari al-A’mash dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dia berkata:
Tidak sesorang yang meniti jalan untuk menuntut ilmu kecuali Allah Swt akan
memudahkan baginya jalan menuju surga…
4. Redaksi dari
Sunan al-Tirmidhy
No. Hadis; 2945
حَدَّثَنَا
مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ
أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ...وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ
اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة...[9]
Terjemahannya:
Telah
disampaikan kepada kami oleh Mahmud bin Ghaylan, Telah disampaikan kepada kami
oleh Abu Usamah, Telah disampaikan kepada kami oleh al-A’mash dari Abu Salih,
dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: ….Barangsiapa yang
meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya jalan menuju
surga…
No. Hadis;
2682.
حَدَّثَنَا
مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي
صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ
اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ.قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ.[10]
Terjemahannya:
Telah
disampaikan kepada kami oleh Mahmud bin Ghaylan, Telah disampaikan kepada kami
oleh Abu Usamah, Telah disampaikan kepada kami oleh al-A’mash dari Abu Salih,
dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang meniti
jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya jalan menuju surga.
5. Redaksi dari
Sunan Ibn Majah
No. Hadis; 223.
حَدَّثَنَا
نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ عَنْ
عَاصِمِ بْنِ رَجَاءِ بْنِ حَيْوَةَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ جَمِيلٍ عَنْ كَثِيرِ بْنِ
قَيْسٍ قَالَ:كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ أَبِي الدَّرْدَاءِ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ
فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ أَتَيْتُكَ مِنْ الْمَدِينَةِ
مَدِينَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَدِيثٍ بَلَغَنِي
أَنَّكَ تُحَدِّثُ بِهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ: فَمَا جَاءَ بِكَ تِجَارَةٌ ؟ قَالَ: لَا قَالَ: وَلَا جَاءَ بِكَ غَيْرُهُ
؟ قَالَ: لَا، قَالَ: فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ
لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة...[11]
Terjemahannya:
Telah
disampaikan kepada kami oleh Nas}r bin ‘Aly al-Jahd}amy, Telah disampaikan
kepada kami oleh ‘Abd Allah bin Dawud, dari ‘Asim bin Raja’ bin Haywah, dari
Dawud bin Jamil, dari Kathir bin Qays, dia berkata suatu ketika aku duduk
bersama Abu al-Darda’ di Masjid Damaskus, Sesorang datang kepadanya dan
berkata: ‘wahai Abu al-Darda’ aku datang kepadamu dari Madinah kota Nabi Saw
untuk (mendaptkan) sebuah hadis yang kamu dengarkan dari Rasulullah Saw’, Abu
al-Darada’ berkata : Jadi kamu datang bukan untuk berdagang? Orang itu
menjawab: Bukan, Abu al-Darda berkata: dan bukan pula selain itu ?, orang itu
menjawab: bukan, Abu al-Darda’ berkata: Sesungguhnya kau pernah mendengar
Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu,
Allah akan memudahan baginya jalan menuju surga…
No. Hadis; 225.
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا
أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ... وَمَنْ
سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا
إِلَى الْجَنَّة...[12]
Terjemahannya:
Telah
disampaikan kepada kami oleh Abu Bakar bin Aby Shaibah dan ‘Aly bin Muhammad
keduanya berkata, Telah disampaikan kepada kami oleh Abu Mu’awiyah, Telah
disampaikan kepada kami oleh al-A’mash dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dia
berkata: Rasulullah Saw bersabda: ….Barangsiapa yang meniti jalan untuk
mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya jalan menuju surga…
C.
Studi Sanad
dan Matan Hadits
Dari seluruh riwayat yang telah
disebutkan terdahulu, tampak bahwa hadis yang dikaji mayoritasnya bermuara pada
satu sahabat yakni Abu Hurairah dan satu kepada Abu al-Darda’, sementara
riwayat al-Bukhary merupakan bagian dari riwayat yang mu’allaq (yakni riwayat
tanpa sanad) dari al-Bukhary. Adapun sanad yang akan diteliti adalah sanad Ibn
Majah denga No. Hadis 223. Sebagai berikut:
1. Ibn Majah: dia
bernama lengkap Muhammad bin Yazid al-Rub’y Abu ‘Abd Allah bin Majah al-Qazwiny
al-Hafidh, pemilik karya al-Sunan dan memiliki banyak karya tulis dia
mendengarkan dan mengambil hadis dari banyak guru di berbagai kota seperti
Khurasan, ‘Iraq, Hijaz, Mesir, Sham dan sebagainya diantara salah satu gurunya
yang banyak tersebut adalah Nashr bin ‘Aly al-Jahdamy, dia lahir pada
tahun 209 H.[13] dan wafat
pada tahun 273 H pada umur 97 tahun.[14]
2. Nashr bin
‘Aly al-Jahdhamy: dia bernama lengkap Nashr bin ‘Aly bin Shubhan
al-Azdy al-Jahdhamy Abu ‘Amr al-Bashry. Wafat tahun 250 H. Para kritikus hadis
menilainya sebaggai periwayat yang tsiqah.[15]
3. ‘Abd Allah
bin Dawud: dia bernama lengkap ‘Abd Allah bin Dawud bin ‘Amir al-Hamadany Abu ‘Abd
al-Rahman al-Khariby al-Kufy. Wafat tahun 213 H pada umur . par kritikus hadis
menilainya sebagai periwayat yang tsiqah dan seorang ‘abid (ahli
ibadah), dia berhenti meriwayatkan hadis pada sisa umurnya. Imam al-Bukhary
tidak pernah menerima hadis darinya, menurut Ibn Hajar, al-Bukhary pernah
mendengarkan darinya ketika berada di kota Wasith.[16]
4. ‘Ashim bin
Raja’ bin Haywah al-Falasthiny. Para kritikus hadis menilainya
sebagai periwayat yang shaduq, al-Daruqutny menilainya sebagai
periwayat yang dha’if karena selalu meriwayatkan riwayat
yang wahm (yang tidak jelas).[17]
5. Dawud bin
Jamil dia bernama Asli al-Walid, Ibn Hajar dan al-Daruquthny
menilainya menilainya sebagai periwayat hadis yang dha’if karena
ke-majhul-annya (tidak dikenali kapasitas intelektualnya).[18]
6. Kathir bin
Qays al-Syamy, ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Qays bin
Katsir, tetapi Katsir bin Qays adalah yang lebih benar, Ibn Qani’ telah
melakukan kesalahan dengan menempatkannya dalam deretan sahabat, Ibn Hajar dan
al-Daruqthny menilainya sebagai periwayat yang dha’if meskipun
Ibn Hibban menyebutkannya dalam deretan periwayat yang tsiqah (al-Tsiqat).[19]
7. Abu
al-Darda’: dia bernama lengkap ‘Uwaimir bin Zaid bin Qays al-Anshary, para ulama
berbeda pendapat tentang nama ayahnya, sementara dia lebih dikenal dengan kunyah-nya
yakni Abu al-Darda’, ada yang bependapat bahwa nama aslinya adalah ‘Amir,
sementara ‘Umair adalah laqab (panggilan). Dia adalah salah seorang
sahabat Nabi Saw yang ikut pertama kali dalam perang Uh}ud, dia juga dikenal
sebagai salah seorang ssahabat yang ‘abid (ahli ibadah). Wafat pada
tahun 32 H tepatnya pada akhir masa pemerintahan khalifah ‘Utsman bin ‘Affan
dan hidup terakhir di kota Syam.[20]
Setelah melakukan studi terhadap
seluruh individu periwayat hadis sebagaimana yang terdapat dalam sanad Ibn
Majah sebagaiman yang termaktub dalam sunan-nya dengan No. Hadis; 223
baik dari sisi ‘adalah (keadilan) maupun dhabth (kapasitas
intelektual), tampak bahwa terdapat tiga orang periwayat dengan predikat dha’if
(lemah) mereka adalah; ‘Ashim bin Raja’ (periwayat 4), Dawud bin Jamil
(periwayat 5), dan Katsir bin Qays (periwayat 6). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sanad Ibn Majah tersebut adalah sanad yang dha’if disebabkan
karena ke-dha’if-an tiga periwayat dalam sanadnnya. Tetapi apabila
seluruh sanad hadis dikumpulkan, maka sanad Ibn Majah dapat naik tingkatan
derajatnya menjadi hasan li ghairihi karena adanya syahid dari
riwayat Abu Hurairah dan adanya mutabi’ dari jalur sanad lainnya,
terlebih lagi hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim dari para periwayat
dengan derajat periwayatan tertinggi yakni tsiqat tsabt. Karena
sanad hadis yang diteliti terangkat derajatnya dari da’if menjadi
hasan li ghairihi, maka dapat dilakukan studi terhadap matan
(redaksi) hadis.
Bila studi terhadap hadis diarahkan
kepada redaksinya, maka ditemukan adanya perbedaan lafadh dimana pada lafadh
awal dari riwayat Abu Dawud termaktub lafadh مَا مِنْ
رَجُلٍ يَسْلُكُ sementara pada lafadh dari riwayat lainnya termasuk
pada lafadh dari redaksi Ibn Majah yang telah diteliti sanadnya menampilkan
lafal مَنْ سَلَكَ, pada bagian lain dari lafadh awal redaksi hadis dijumpai bahwa
mayoritas redaksi diawali dengan huruf و (wawu)
huruf tersebut merupakan huruf antara (yakni huruf yang mengantarai dua kalimat
atau kata), karena sesungguhnya redaksi hadis tersebut tergolong redaksi yang
panjang. Adapun kelengkapan redaksi dari hadis tersebut adalah:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ
نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ
كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ
اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ
اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ
الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا
سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ
فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ
بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ
وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ
بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ.
Redaksi hadis yang lengkap tersebut
terdapat dalam riwayat Muslim dengan No. Hadis; 38 (2699), al-Tirmidhy dengan
No. Hadis; 2945, dan Ibn Majah dengan No. Hadis; 225. Kemudian al-Tirmidhy
dengan No. Hadis; 2682 meringkasnya dengan mememulainya dari lafadh مَنْ سَلَكَ dengan jalur sanad yang sama dengan miliknya
sebagaimana yang terdapat pada hadis No. 2945.
Adapun pada pertengahan lafal
perbedaan terjadi antara lafadh dari riwayat selain Abu Dawud dengan lafadh
dari riwayat Abu Dawud dimana pada lafadh dari riwayat lain tidak mencantumkan
kata إِلاَّ (kecuali). Kata tersebut tercantum dalam lafadh pada
redaksi riwayat Abu Dawud disebabkan kerena struktur redaskinya menggunakan
lafadh al-nafyu (peniadaan) dan al-itsbat (penetapan).
Berdasarkan analisis redaksional di
atas, penulis menyimpulkan bahwa dalam periwayatan redaksi dari hadis tentang
tujuan pendidikan tersebut telah terjadi proses periwayatan secara makna dimana
perkara tersebut tidak mempengaruhi ke-shahih-an redaksi hadis selama
tidak keluar dari makna dan ide pokok (mine idea) dari redaksi dan
kandungan hadis.
Dari hasil studi baik sanad maupun
matan di atas penulis menyimpulkan bahwa hadis yang diteliti bila ditinjau dari
sisi sanadnya adalah sanad dengan kualitas hasan li ghairihi, sementara
dari sisi matan atau redaksinya adalah hadis dengan kualitas shahih baik
lafadh maupun maknanya.
D. Pemahaman
Hadits
Hadis yang dikaji dalam makalah ini
merupakan salah satu daiantara sekian banyak hadis Rasulullah Saw. baik dalam
bentuk qawliyyah, fi’liyyah, maupun taqririyyah dimana beliau Saw
sebagai seorang yang ummy (buta baca tulis) memiliki perhatian yang
sangat besar terhadap ilmu dan pendidikan. Beliau mengangkat derajat dan sangat
memuliakan para pemilik ilmu, kemudian beliau menerapkan nilai-nilai etika yang
harus dipedomani oleh orang yang berilmu. Ini menunjukkan begaimana sunnah
Rasulullah Saw. telah terlebih dahulu menciptakan kaidah paling akurat dan
nilai-nilai pendidikan paling agung, yang kebanyakan manusia –bahkan dari
alangan kaum muslimin sendiri- beranggapan bahwa nilai-nilai pendidikan itu
adalah hasil ciptaan alam modern -yang dalam istilah Nashr Hamid Abu Zaid "intaj
al-tsaqafy"- yang tidak diketahui kecuali oleh Barat.[21]
Pada hadis tersebut terkandung
anjuran dan pahala yang sangat besar bagi mereka yang meniti jalan untuk
mencari ilmu melalui berbagai media pendidikan, bahkan Rasulullah Saw
memberikan garansi kemudahan mencapai surga bagi mereka yang meniti jalan untuk
mencari ilmu.
Perintah meniti jalan-jalan
pendidikan untuk mendapat ilmu juga disinggung oleh al-Qur’an salah satunya
adalah firman Allah Swt:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ
كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا
قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Terjemahnnya:
Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.[22]
Pada ayat di atas Allah Swt
memberikan penjelasan secara eksplisit tentang tujuan pendidikan Islam yakni
agar dapat mengajarkan kepada kelompok masyarakat tempat mereka hidup dan
bersosialisasi, nilai tujuan tersebut agar masyarakat dapat menjaga diri mereka
baik secara individual maupun kelompok.
Tujuan pendidikan secara filosofis
berdasarkan pehaman dari ayat di atas maupun hadis Rasulullah Saw yang sedang
dikaji memberikan penjelaskan bahwa manusia sejatinya adalah makhluk yang
disempurnakan dengan akal oleh Allah Swt yang merupakan potensi dasar manusia,
dengan potensi dasar tersebut manusia diharuskkan untuk menuntut ilmu melalui
proses pendidikan. Oleh karena itu tujuan meninti jalan ilmu pada hakikatnya
adalah agar manusia dapat lebih mengenal dirinya dalam artian memanusiakan
manusia, agar ia benar-benar mampu menjadi khalifah di muka bumi.[23]
Nilai penting lainnya dari memahami
hadis di atas adalah bahwa dalam meniti jalan menuntut ilmu terdapat proses
pendewasaan jasmani dan rohani[24] yakni bahwa
selain tujuan filosofis terdapat pula tujuan insidental yaitu meningkatkan
kecerdasan motorik, emosional, intelektual dan spiritual,[25] sebab dalam
meniti jalan menuntut ilmu dibutuhkan ketenangan dan kesabaran dalam menghadapi
berbagai kesulitan-kesulitan dalam belajar, Sebab kesuksesan seorang penuntut
ilmu terletak dalam kesabarannya menghadapi berbagai bentuk kesulitan,
kesusahan, dan keletihan dalam mengarungi proses pendidikan. Seluruh bentuk
kesulitan yang dihadapi oleh penuntut ilmu merupakan proses pendewasaan jasmani
dan rohani. Dalam al-Qur'an Allah Swt mengisahkan tentang perjalanan Nabi Musa
–‘alaihi al-salam- bersama dengan pembantunya untuk mendapatkan ilmu
dari Nabi Khidhr –‘alaihi al-salam- sebagaimana yang Allah firmankan:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ
الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
Terjemahannya:
Dan
(Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti
(berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau Aku akan berjalan
sampai bertahun-tahun".[26]
Pada ayat di atas menjelaskan betapa
seorang Nabi Allah Swt Musa –‘alihi al-salam- yang bergelar kalim
al-rahman (teman dialog bagi Allah Swt) terus berusaha meniti jalan dengan
kesabaran menuju ilmu hingga sampai ke tempat penididikan –pertemuan dua buah
lautan – dimana beliau akan mendapatkan proses pendidikan lanjutan dari Allah
Swt. melalui gurunya yang bernama Khidhr –‘alaihi al-salam-.
Adapun tentang gambaran
dimudahkannya seorang peniti jalan dalam menuntut ilmu menuju ke surga,
al-Nawawy menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan hal itu adalah hendaknya
seseorang menyibukkan dirinya menuntut ilmu-ilmu yang disyari’atkan (al-‘ulum
al-syar’iyyah) dengan syarat dia menuntut ilmu hanya mengharap rida Allah
Swt, para ulama mempersyaratkan adanya niat yang ikhlas karena Allah Swt dalam
menempuh proses pendidikan yang melelahkan sebab mayortitas manusia meremehkan
keikhlasan dalam belajar utamanya para pemula.[27] Sebab
kemudahan meniti jalan ke surga bagi para peniti jalan menuntut ilmu diukur
berdasarkan kadar keihlasannya dalam menjalani proses pendidikan yang
melelahkan tersebut.
Dari uraian di atas dapat dipahami
bahwa makna dari kata thariqan dan ‘ilman dalam hadis tersebut
adalah bahwa setiap manusia hendaknya memanfaatkan seluruh media pendidikan
yang dapat membantu untuk mendapatkan ilmu utamanya ilmu agama secara bertahap
dan berkesinambungan dengan tetap mengedepankan keikhlasan dan kesabaran dalam
meniti proses pendidikan baik formal maupun non-formal, dan kemudahan meniti
jalan menuju surga dapat dipahami bahwa ilmu dapat membantu memberika kemudahan
dalam mengamalkan amal-amal saleh yang dapat dengan mudah pula menghantarkan
menuju surga Allah Swt.
Penutup
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan pendidikan sebagaimana dibalik pemahaman hadis Nabi
Saw yang dikaji secara filosofis adalah agar manusia dapat lebih mengenal
dirinya dalam artian memanusiakan manusia, agar ia benar-benar mampu menjadi
khalifah di muka bumi.
Adapun tujuan insidentalnya adalah
untuk dapat meningkatkan kecerdasan motorik, emosional, intelektual dan
spiritual yang diitandai dengan kedewasaan jasmani dan rohani.
Dalam pendidikaan terjadi proses
tahapan yang menuntut kesabaran dalam menghadapinya sehingga keikhlasan menjadi
tuntutan utama sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama Islam.
Dengan ilmu seseorang dapat beramal
saleh dengan mudah yang dapat dengan mudah pula menghantarkannya menuju surga
Allah Swt.
Wa Allah A’lam
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur-a>n
al-Kari>m.
Abu> Da>wud, Sulaima<n bin al-Ash’ath
al-Sijista>ny al-Azdy. Sunan Abu> Da>wud. Beiru>t: Da>r
Ibn H{azm, 1418 H / 1997 M.
al-‘Asqala>ny, Ah}mad bin 'Aly bin
H}ajar. Taqri>b al-Tahdhi>b. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
1415 H /1994 M.
al-‘Ikry, Abu> al-Fala>h} ‘Abd al-H}ayyi bin Ah}mad bin
Muh}ammad. Shadhara>t al-Dhahab fi> Akhba>r man Dhahab.
Beiru>t: Da>r Ibn Kathi>r, 1408 H / 1988 M.
al-Bukha<ry, Muh}ammad bin Isma>’il. S}ah}i>h}
al-Ja>mi’. Kairo: Maktabah al-Salafiyyah, 1400 H.
Barnadib, Sutari Imam. Pengantar Ilmu Pendidikan.
Yogyakarta: Andi Offset, 1993.
Ibn Ma>jah, Abu> ‘Abd Alla>h Muh}ammad bin Yazi>d
al-Qazwi>ny. Sunan Ibn Ma>jah. Riyad: Maktabah al-Ma’a>rif,
T.Th.
________, Sunan Ibn Ma>jah. Bandung:
Maktabah Dakhlan, T.Th.
Langgulung, Hasan. Asas-asa Pendidikan Islam. Jakarta:
Pustaka Al-Husna, 1987.
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional Abad 21. Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2003.
al-Mizzy, Jama>l al-Di>n Abu> al-H}ajja>j Yu>suf
(654-742 H). Tahz}i>b al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l.
Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1413 H / 1992 H.
al-Nawawiy, Yah}ya bin Sharaf. al-Minha>j Sharh}
S}ah}i>h} Muslim bin al-H{ajja>j. Kaoro: Mat}ba’ah al-Mis}riyyah,
1349 H / 1930 M.
al-Qard}a>wy, Yu>suf. Sunnah, Ilmu
Pengetahuan dan Peradaban. terj. Abad Badruzzaman. Yogya karta:Tiara
Wacana, 2001.
al-Qushairy, Muslim bin H{ajja>j bin Muslim al-Naisa>bu>ty. S}ah}i>h
Muslim. Kairo: Da>r al-H{adi>th, 1412 H / 1991 M.
Suharsono. Melejitkan IQ, IE & IS. Jakarta:
Insani Press, 2001.
al-Tirmidhy, Abu> ‘I<sa> Muh}ammad bin ‘I<sa>. Sunan
al-Tirmidhy. Riyad: Maktabat al-Ma’a>rif, T.Th.
Wensink, A.
J. al-Mu’jam al-Mufahrath li Al-fa>z} al-H{adi>th al-Nabawiy. Leiden:
E. J. Brill, 1967.
[3] Muh}ammad
bin Yazi>d al-Qazwi>ny Ibn Ma>jah, Sunan Ibn Ma>jah, vol. 1
(Bandung: Maktabah Dakhlan, T.Th), 81.
[4] A. J.
Wensink, al-Mu’jam al-Mufahrath li Al-fa>z} al-H{adi>th al-Nabawiy, vol.
2 (Leiden: E. J. Brill, 1967), 506.
[6] Muh}ammad
bin Isma>’il al-Bukha<ry, S}ah}i>h} al-Ja>mi’, vol. 1
(Kairo: Maktabah al-Salafiyyah, 1400 H), 41
[7] Muslim bin
H{ajja>j bin Muslim al-Qushaity al-Naisa>bu>ty, S}ah}i>h Muslim,
vol. 4 (Kairo: Da>r al-H{adi>th, 1412 H / 1991 M), 2074.
[8] Sulaima<n
bin al-Ash’ath al-Sijista>ny al-Azdy, Sunan Abu> Da>wud, vol. 4
(Beiru>t: Da>r Ibn H{azm, 1418 H / 1997 M), 40.
[9] Abu>
‘I<sa> Muh]Ammad bin ‘I<asa> al-Tirmidhy, Sunan al-Tirmidhy (Riyad:
Maktabat al-Ma’a>rif, T.Th), 658.
[11] Abu> ‘Abd
Alla>h Muh}ammad bin Yazi>d al-Qazwi>ny Ibn Ma>jah, Sunan Ibn
Ma>jah (Riyad: Maktabah al-Ma’a>rif, T.Th), 56.
[13] Jama>l
al-Di>n Abu> al-H}ajja>j Yu>suf al-Mizzy(654-742 H), Tahz}i>b
al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l, vol. 27 (Beiru>t: Muassasah
al-Risa>lah, 1413 H / 1992 H), 40.
[14] Abu>
al-Fala>h} ‘Abd al-H}ayyi bin Ah}mad bin Muh}ammad al-‘Ikry, Shadhara>t
al-Dhahab fi> Akhba>r man Dhahab vol. 3 (Beiru>t: Da>r Ibn
Kathi>r, 1408 H / 1988 M), 208.
[15] Ah}mad bin
'Aly bin H}ajar al-‘Asqala>ny, Taqri>b al-Tahdhi>b (Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1415 H /1994 M), 999.
[21] Yu>suf
al-Qard}a>wy, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terj. Abad
Badruzzaman (Yogya karta:Tiara Wacana, 2001), 192-193.
[23] Mastuhu, Menata
Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21 (Yogyakarta: Safiria
Insani Press, 2003), 136.
[27] Yah}ya bin
Sharaf al-Nawaiy, al-Minha>j Sharh} S}ah}i>h} Muslim bin al-H{ajja>j,
vol. 17 (Kaoro: Mat}ba’ah al-Mis}riyyah, 1349 H / 1930 M), 21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AMPUN KESUPEN KRITIK DAN SARANNYA...